Anakku Nazhifa Syifa

Senin, 06 September 2010

Jawaban Atas Pertanyaan HAl Ghaib,neraka dan surga

Alqur'an didalam mengungkapkan suatu masalah yang konkrit, misalnya hukum rajam, hukum jinayat, hukum waris, hukum syariat mu'amalat, dijelaskan Dengan kalimat yang bukan majaz ... yaitu muhkamat artinya sudah jelas, tidak perlu ditafsirkan lagi.seperti shalatlah kamu, dan bayarlah zakat , dst...

Akan tetapi kalau sudah mencakup persoalan ghaib ... tentang Allah, syurga, dan neraka, ... serta perasaan, maka Alqur'an menggunakan kalimat perumpamaan ... metafora ... yang biasa disebut mutasyabihaat..

Ada kelemahan bahasa manusia jika mengungkapkan rasa, sehingga Rasulullah ketika menjelaskan masalah syurga-pun tidak menjelaskan keadaan sebenarnya ... beliau hanya memberikan gambaran bahwa syurga itu indah dan nikmat, dibawahnya ada air susu dan madu mengalir, ada buah-buahan ,korma, anggur dan arak....setelah itu beliau memberikan penjelasan ... keadaan syurga itu tidak pernah terdengar oleh telinga ... tidak bisa terbayangkan oleh Pikiran ... dan tidak pernah terlintas dihati. Artinya bukan seperti apa yang digambarkan oleh Rasulullah ... (lihat gambaran syurga dalam surat Yaasin ayat:55-57)

Bagaimana Rasulullah akan menjelaskan sesuatu, atau keadaan yang didunia Ini tidak ada. Bagaimana beliau akan memperbandingkan sesuatu yang tidak ada didunia. Apa jadinya kalau syurga itu seperti apa yang telah kita bayangkan tadi ... mirip dengan apa yang kita rasakan ... Hal ini juga terjadi kepada kita, ketika dihadapkan persoalan ungkapan rasa misalnya, hatiku telah bersemi lagi ... mendidih rasa hatiku tatkala melihat orang kafir itu membantai kaum muslim Bosnia ... perampok itu tergolong pembunuh berdarah dingin .... dan banyak lagi ungkapan rasa yang tidak tertampung dan terwakili oleh kosa kata bahasa verbal ....

Namun demikian, kita sudah memahami maksudnya tanpa harus menafsirkan kalimat tersebut, sebab kalau kita mencoba menafsirkan ungkapan itu maka akan terjadi kesalah fahaman yang pasti akan menyimpang, sehingga wajarlah Rasulullah tidak pernah menafsirkan atau memberikan keterangan hal tersebut berupa 'foot note' dalam Alqur'an, sebab para sahabat sudah mengerti Maksudnya tanpa harus bertanya apa maksudnya. Misalnya ada orang berkata " saya mau pergi ke rumah sakit" pasti anda tidak akan mengernyitkan mata karena bingung..khan ? Jangan ditafsirkan dengan mengatakan "rumah kok sakit"

Begitu pula tentang keberadaan Allah bahkan wujud Allah ... Allah Mempergunakan kalimat mutasyabihat dalam menerangkan keadaan diri-Nya, seperti dalam firman-Nya :

" ... Allah adalah cahaya langit dan bumi" (QS. An Nur: 35)
" ... hai iblis apakah yang menghalangi kamu bersujud kepada yang telah Ku Ciptakan dengan kedua tangan-Ku ..." (QS. As Shaad:75)
"maka Allah menjadikannya tujuh langit dalam dua hari..." (QS. Al Fushilat 12)
" ... Allah meliputi segala sesuatu" (QS. Al Fushilat 54)
"Dan Dia lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan singgasana-Nya sebelum itu berada diatas air" (QS. Al Hud:7)

Sangat jelas bagi kita, bahwa ungkapan-ungkapan mutasyabihat diatas, dimengerti bukan untuk ditafsirkan, melainkan sebagai batasan fikiran melalui konsepsi manusia. Bukan hal yang sebenarnya, sebab Allah tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu (QS. As syura: 11), bahwa Allah tidak bisa dilihat dengan mata manusia dan tidak bisa dijangkau oleh fikiran manusia akan tetapi Allah Maha Melihat segala yang kelihatan (QS. Al An'am : 102-103)

Seperti yang pernah saya katakan, bahwa Allah mentasybihkan dan meminjam kata-kata yang dimiliki manusia untuk memudahkan berdialog dan memberikan pengertian dalam bentuk bahasa manusia dan ilmu, sebab kalau kita menterjemahkan dengan kata sebenarnya maka akan ada benturan-benturan yang saling bertentangan ...

Mari kita perhatikan firman Allah dibawah ini:

"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan singgasananya sebelum itu berada diatas air" (QS. Hud :7)

"Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang berada diantara mereka dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas singgasana-Nya"(QS. Sajdah :4)

Bukankah syirik, untuk memberikan tafsiran yang menggambarkan bahwa Allah memerlukan singgasana dan bahwa singgasana itu seakan-akan terapung diatas air dan juga seakan-akan Allah sesudah membuat langit dan bumi berserta isinya naik kembali ke tahta-Nya ?

Alangkah anehnya, jika dikatakan Allah dalam menciptakan langit dan bumi beserta isinya memerlukan waktu enam hari/masa ? Padahal bumi dan matahari belum tercipta! Apa yang menjadi patokan waktu, ... padahal ruang pun tidak ada. Namun demikian, saya akan sedikit berikan gambaran masalah penciptaan alam dan persoalan waktu ...

Bilamana maha ledakan (big bang) itu terjadi ? Dari pengetahuan kita mengenai kecepatan berkembangnya alam semesta, diperkirakan peristiwa itu terjadi antara sepuluh sampai lima belas miliar atau ribu juta tahun yang lalu. Kemudian, dari keliling kosmos dan umurnya, dapat dihitung kembali suhu alam semesta sesaat sesudah ledakan itu terjadi. Diperkirakan pada saat itu suhu kosmos melebihi seratus juta juta juta juta derajat, karena kerapatan materi yang sangat tinggi pula. Orang tidak pula dapat menamakan keadaan alam semesta pada waktu itu. Kerapatan tinggi pada suhu rendah membentuk benda padat, kerapatan rendah pada suhu tinggi membentuk gas, tetapi kerapatan materi yang sangat tinggi yang dibarengi dengan suhu yang sangat tinggi, ilmuwan pun tidak tahu keadaannya kecuali menamakannya sebagai "sop kosmos" suatu fluida.

Inilah yang disebut dalam ayat 7 surat Hud dengan "air". Kata-kata " singgasana-Nya berada diatas air (sebelum bumi dan langit diciptakan), oleh karena mengandung makna bahwa pemerintahan atau peraturan Allah ditegakkan atas fluida kosmos itu. Pada saat itu materi beserta ruang kosmos sudah diatur oleh Allah. dan mereka mengikuti serta tunduk pada peraturan-peraturan itu, jadi pada saat diciptakan alam semesta, Allah telah menetapkan berlakunya hukum-hukum alam sebagai sunnatullah Dengan erlakunya hukum-hukum alam ini maka semua makhluk, baik ruang kosmos, atom molekul, partikel dan seluruh materi yang tersusun sebagai benda mati atau hidup, matahari, bumi, bintang dan sebagainya, berjalan sepanjang waktu sesuai dengan ketetapan hukum-hukum tersebut, ... tidak satupun yang menyimpang kecuali izin Allah.

Kitapun dapat mengerti apa makna yang terkandung dalam surat Sajadah ayat 4, dimana dinyatakan bahwa setelah melewati fase 'sop kosmos', Allah menciptakan langit dan bumi beserta segenap isinya, dalam enam hari dan menegakkan kekuasaan atau pemerintahan-Nya sekaligus sejak awal penciptaan.

Kita semua mengetahui apa yang disebut ruang secara intuitif, yaitu suatu volume berdimensi tiga yang dapat ditempati oleh suatu benda. Tiap benda didalam ruang itu mempunyai tempat yang dalam ilmu pengetahuan alam, ditunjukkan oleh apa yang disebut koodinat ruang. Kita juga mengetahui apa yang dimaksud dengan kata-kata waktu, ... ia memberikan urutan ketika berlangsung gejala gejala di dunia ini ... "kemarin" mendahului "sekarang", dan "sekarang" lebih awal dari "besok". Didalam sains, kita mengatakan bahwa gejala-gejala itu membuat koordinat waktu. jadi semua gejala alamiah memiliki koordinat ruang dan waktu, karena mereka terjadi pada tempat-tempat dan pada urutan waktu masing-masing. Orang mengatakan bahwa gejala-gejala alam itu berjalan melalui kontinuum ruang dan waktu, sebab orang beranggapan bahwa suatu gejala diikuti oleh gejala-gejala lanjutannya dalam suatu rangkaian yang tak terputus, berlanjut atau kontinu. Kecuali itu pengertian kontinuum ruang-waktu mengandung makna, bahwa ruang dan waktu merupakan satu kebulatan yang tak terpisah satu sama lain.

Kalau dulu waktu yang lamanya satu detik 'disini' dianggap sama panjang dengan 'disana' dalam semesta ini, sekarang terbukti tidak demikian halnya. Apabila seorang astronot membawa pencatat waktu kesebuah planet diangkasa, bintang yang sangat dekat misalnya, ... atau membawanya dalam pesawat ruang angkasa yang super cepat, misalnya dengan tingkat laju yang mendekati kecepatan cahaya, maka pencatat waktu yang identik yang berada dibumi akan dapat menunjukkan dengan mudah satu detik pada astronot itu lebih lama jangka waktunya dibanding satu detik dibumi. Kenyataaan yang baru ditemukan dan dipahami para ilmuwan dalam abad ke 20, sebenarnya telah disebut dalam Alqu'an pada ayat 5 surat As Sajdah :

"Dia mengatur perintah dari langit sampai ke bumi, kemudian para malaikat naik menghadap pada-Nya dalam satu hari yang ukuran lamanya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu"

Demikian, semoga dapat membuka wawasan rekan-rekan sekalian.

Misteri Al Halaj

Pada abad ke 9 Masehi, berkembang kehidupan kerohanian Islam dengan jalan melakukan Zuhud (mengabaikan dunia) untuk mencapai kesempurnaan makrifat dan tauhid kepada Allah. Gagasan-gagasan para ahli sufi dan syiah pada abad tersebut telah ditemukan, baik yang berupa berupa syair ataupun pemikiran yang menunjukkan keanekaragaman kemungkinan dalam kehidupan mistik, seperti halnya Al Ghazaly, Dzun Nun (859 M), Bayezid Bistami (874 M), dan Al Harith al Muhasibi (857 M) dan Husein Ibn Mansur Al hallaj (858 M).
Pemikiran dan peranan para tokoh inilah yang perlu kita ketahui sebagai wacana keilmuan dan sejarah, sekaligus menganalisa konflik pemikiran yang tidak pernah habis dibahas, karena pihak-pihak yang berbeda pendapat tidak pernah saling bertemu untuk memberikan klarifikasi dalam satu majelis, kecuali hanya saling mengecam dan mengkafirkan dengan musabab bibit konflik politik kekuasaan yang serakah dan licik sejak lama.
Banyak kisah keshalehan serta kata-kata bijak penuh hikmah yang mengisi setiap referensi kitab-kitab keislaman di Timur maupun di Barat yang berasal dari para tokoh Sufi ini, baik yang bisa difahami oleh kaum awam sampai pernyataannya yang banyak mengundang perdebatan yang tidak henti-hentinya sampai sekarang.
Menarik untuk dikaji kembali penyataan yang populer yang di lontarkan oleh Husein Ibnu Al Hallaj " Akulah kebenaran Yang Tertinggi ". Peristiwa ini merubah pandangan masyarakat umum terhadap kaum Sufi atau para Zahid yang menjalankan olah kerohaniannya dengan melakukan dzikir secara rutin, shalat malam dan menjauhkan diri dari perbuatan maksyiat. Sehingga pada ujungnya berpengaruh terhadap perkembangan ilmu tafsir yang menjadi mandek.
Terlihat para mufassirin agak ragu-ragu menafsirkan kata-kata hiperbolis kedalam pengertian proporsi yang sebenarnya, dan sampai kini orang menjadi merasa takut apabila membicarakan mengenai ilmu hakikat dan makrifat. Mereka mengira ilmu tasawuf adalah ajaran sesat dan membahayakan. Saya menganggap pandangan mereka terlalu gegabah dan tidak bijaksana. Pandangan yang mengakibatkan ajaran Islam menjadi amat dangkal, karena nilai spiritual yang seharusnya diajarkan telah hilang, yaitu nilai psikologi keihsanan kepada Allah dalam setiap peribadatan, yang mestinya paling dianggap menentukan dalam kaitan diterima atau ditolaknya perilaku keagamaan seseorang.
Saya terkesan dengan pandangan Yahya, seorang Sufi yang shaleh menanggapi pernyataan orang Yang menganggap dirinya Tuhan dengan doa dalam bentuk dialektis :
Oh Allah , kau telah mengirim Musa dan Harun ke Fir'aun si pemberontak dan berkata, " berbicaralah baik-baik dengannya" , Oh Allah , inilah kebaikan hati-Mu terhadap orang yang menganggap dirinya Tuhan; bagaimana pula gerangan kebaikan hati-Mu terhadap orang menjadi abdimu sepenuh jiwanya ? …Oh Allah, ada takut kepada-Mu karena aku budak, dan aku berharap pada-Mu karena kaulah Tuan ! …Oh Allah bagaimana pula aku tidak takut padaMu karena Kau Maha Kuasa ? Oh Allah , bagaimana aku datang kepada-Mu karena aku budak yang memberontak, dan bagaimana aku tidak datang kepada-Mu karena Kau Penguasa yang pemurah? ( Dimensi Mistik dalam Islam, Annemarie Schimmel hlm,53 )
Sebagai tokoh yang tiada hentinya dibicarakan di dunia mistik Islam maupun dikalangan yang memusuhinya, Al Husain ibnu Mansur Al Hallaj pada tahun 922 M dijatuhi hukuman mati oleh para wakil kaum ahli hukum karena ajaran yang disebarkannya, yang dianggap telah keluar dari aqidah Islam -yang terutama- berasal dari ucapannya yang terkenal, Ana 'l Haqq ( Akulah kebenaran Tertinggi ). Pro dan kontra dari jatuhnya hukuman tersebut -sampai sekarang- masih juga terjadi, namun demikian saya memiliki alasan sendiri mengapa tokoh ini masih pantas dibahas pada sebuah telaah seperti ini, yaitu kemungkinan a priori bahwa riwayat hidup dan ajarannya lebih banyak berpengaruh terhadap Islam di Indonesia dari pada ditempat lain.
Sejak lama, terutama karena penelitian Snouck Hurgronje dan B.O. Schrieke, kita tahu dengan pasti bahwa para saudagarlah yang berperan dalam ekspansi agama Islam di Indonesia berasal dari India, khususnya dari daerah Gujarat, dipantai Barat Laut semenanjung India. Daerah tersebut mempunyai hubungan yang khusus dengan Al Hallaj, dimana dia sendiri membawa agama Islam kesana dan bahkan berhasil membawa tiga kasta ke dalam pangkuan agama Islam. Bahwa konteks itu memang cukup luas jangkauannya terbukti oleh kenyataan, bahwa sebagian dari kasta-kasta itu sampai sekarang ini masih disebut orang Mansuri, sedangkan makam Al Hallaj di Bagdad tetap didatangi oleh orang-orang Gujarat. ( Massignon, Hallaj, halm.85 ,).
Saya kira tidak mungkin mengabaikan riwayat beliau karena banyak memainkan peranan penting dalam dunia Islam di Indonesia dari pada di tempat lain, terutama di Jawa dan Aceh. Kita bisa melihat baik tersirat maupun tersurat, dalam ajaran sinkretisme Jawa terdapat unsur-unsur pantheisme atau manunggaling kawula Gusti, yang berakar dari ajaran Mistik Islam kejawen dengan latar belakang ajaran Tharikat Naqsabandiyah yang dianut oleh Pujangga besar Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam kitabnya Serat Wirid Hidayat Jati ataupun ajaran Hindu yang merupakan sumber paham pantheisme.
Syekh Siti Jenar juga mengalami nasib tragis ketika harus menghadapi hukuman mati yang dijatuhkan penguasa Demak yang didukung penuh oleh Dewan Agama yang dipimpin wali Songo, karena dianggap telah membuka tabir rahasia ketuhanan dalam dirinya, yaitu manuggaling kawula Gusti. Jika Al hallaj tewas dipancung kepalanya, Syekh Siti Jenar memilih sendiri cara untuk mati ( DR. Abdul Munir Mulkhan, Ajaran Dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, hal 51 ).
Bagaimana penilaian dunia Islam terhadap Al hallaj ??
Banyak pendapat umum yang mengatakan Al hallaj mati karena ajaran mistiknya yang terkenal Ana'l Haqq (Akulah Kebenaran Tertinggi ). Tidak banyak kaum muslimin yang mengetahui dengan persis apakah sebenarnya yang terjadi terjadi terhadap kasus yang didakwakan kepadanya. Benarkah Al hallaj penganut faham ittihad (pantheisme) yang banyak dipengaruhi ajaran Hindu dan mistik katholik, atau ajaran Zanadika, tentang cinta kasih manusia terhadap Allah sebagai suatu daya tarik material antara sumber cahaya dan percikan-percikan yang mengalir dari sumber itu (emanasi).
Di kalangan kaum mistisi sendiri banyak yang berpendapat, bahwa kesalahan Al Hallaj ialah menyiarkan dimuka umum kebenaran-kebenaran esoteris (merenggut selubung rahasia). Konon kabarnya As Sibli mengatakan kepada seorang utusan menjelang eksekusinya, pergilah mencari Al Husein ibnu Mansur dan katakan kepadanya, "Allah telah memberikan kepadamu jalan untuk mengetahui salah satu rahasia -Nya , tetapi karena engkau menyiarkan kepada umum, maka kau harus merasakan pedang" :( Massignon Hallaj, hal.310 ).
Ada yang berpendapat, bahwa ajarannya mengenai manunggalnya Allah dan manusia tidak dibenarkan, namun dapat dimaafkan sebagai suatu ketidaktelitian hiperbolis, akibat kekuatan ekstasis (Massignon, hallaj, hlm.352, dikutip dalam buku Manunggaling kawula Gusti P.J Zoetmulder, Gramedia, Jakarta 1990). Sementara para sufi moderat tidak memberikan komentar terlalu banyak atas kejadian ini. Mereka hanya berpendapat bahwa Al Hallaj hanyalah menghayati firman Allah dalam surat Thaha: 14, innani Ana Allah laailaha illah Ana fa'budni …sesungguhnya Aku ini adalah Allah , tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku.
Sedangkan Al ghazaly yang juga membahas pengalaman para mistisi menandaskan, bahwa ekstasis itu bukanlah terleburnya makhluk dalam Allah sebagai kesatuan dalam identitas (ittihad) juga bukan manunggalnya atau penyatuan antara dua pihak yang berada pada tingkat "ADA" yang sama, tetapi penyatuan itu hanyalah seolah-olah dan ucapan-ucapan para mistisi yang mengalami kedahsyatan Allah, sehingga hendaknya kita pandang sebagai hiperbola, kiasan yang melebih-lebihkan, akibat kemabukan cinta kasih (dalam Ihya' ulumuddin, bagian II kitab adabi s sama'I wa 'l wajdi , fi atari 's sama'I adabihi)
Saya tidak ingin masuk kedalam kesimpulan terlalu dini, karena banyak sekali ayat-ayat Alqur'an yang dijadikan landasan oleh para sufi sebenarnya mengandung makna hiperbolis; sehingga kalau diungkapkan sekilas, kita akan terjebak kepada pengertian yang salah. Misalnya pada firman-firman Allah berikut ini: innahu bikulli syaiin muhithun, Sesungguhnya Dia Maha Meliputi Segala Sesuatu
( Fushilat:54); selanjutnya kullu syai in halikun illa wajhahu, dan tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahnya ( Qasas: 88 ); juga pada ayat : Nahnu akrabu ilaihi min hablil waridi, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya ( Qaaf: 16 ); falam taqtuluuhum walakin 'l allaha qatalahum wama ramaita idza ramaita walakin 'l allaha rama, Maka ( yang sebenarnya ) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar, tetapi Allah-lah yang melempar ( Al anfaal : 17 ).
DB Mac Donald menafsirkan ungkapan-ungkapan ini sebagai expression of implicit pantheism atau in philosophical language immanential monism . Pandangan ini harus juga ditafsirkan eksplisit, namun bahwa ada peluang bagi suatu penafsiran pantheis, memang tak dapat disangkal. Perkembangan seterusnya membuktikan, bahwa peluang itu memang ada. Banyak mufassir takut terjebak kepada makna hiperbolis atau mutasyabihat, sehingga mereka tidak berani menterjemahkan arti yang sebenarnya.seperti dalam surat Fushilat:54 Bahwa yang meliputi segala sesuatu adalah dhomir Hua, yang menunjukkan sosok orang ketiga tunggal yang melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi dengan alasan apa mereka menggantikan arti Hua ( Dia), menjadi sebuah sifat yang meliputi segala sesuatu. Sedangkan kita tahu bahwa sifat itu ada, karena ada "wujud"(Hua ) tempat bergantungnya (sandaran) sifat. Inilah yang saya maksudkan bahwa dhomir Hua menunjukkan bukan kepada sifat-Nya, akan tetapi wujud secara sempurna (bikamalaatihi). Yaitu kesempurnaan meliputi Dzat, sifat, af'al dan Asma'. Dhommir Hua menunjukkan "Wujud", sedangkan sifat, af'al dan Asma merupakan diluar Diri-Nya (wujudnya) tetapi bergantung kepada Diri-Nya, karena adanya disebabkan oleh Dzat (sosok). Beberapa Mufassir menterjemahkan :"kekuasaan-Nya lah meliputi segala sesuatu", ada juga yang menterjemahkan : "ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu" dan banyak lagi terjemahan / tafsiran pada sekitar sifat-sifat-Nya. Hanya ulama' yang memiliki ilmu makrifat kepada Allah yang berani terang-terangan menterjemahkan : "DIA (Dzat) Meliputi Segala Sesuatu", sehingga kata DIA tidak ditafsirkan kedalam makna atau digantikan dengan bentuk yang lainnya. Saya berprasangka, kemungkinan besar para Mufassir ragu-ragu menterjemahkan kalimat hiperbolis, karena dikhawatirkan memasuki wilayah konflik politik yang sedang marak masa itu, yaitu adanya perintah penguasa melarang pandangan Wihdatul Wujud yang di gagas oleh Al Hallaj.
Ali Ash shabuni menafsirkan, innahu bikulli syai in muhith; Sesungguhnya Allah Ta'ala Meliputi Segala Sesuatu dengan pengetahuannya (ilmu-Nya), baik secara global maupun tafshila ( mendetail ) : tafsir Shafwatut tafaasir: Juz III hlm. 129. Lebih tegas lagi Syekh Nawawi memberikan keterangan dalam tafsir Al munir, Allah merupakan Subjek Yang Meliputi Segala Sesuatu, Dia sebagai fail (subjek) Al 'alimu yang mengetahui semua ma'lumat yang tidak ada batasnya. Dia Mengetahui yang dhahir dan yang tersembunyi dalam diri orang-orang kafir. Sedangkan penafsiran beliau mengenai wanahnu aqrabu ilaihi min hablil waridi ( Qaaf: 16). Fa ka anna dzatuhu ta'ala qaribatun minhu ..yaitu seolah Dzat itu sendiri yang lebih dekat dari urat leher.( hal 243 Juz III , tafsir shafwatut tafaasir, Ali as shabuni). Didalam tafsier Munir karangan Syekh Nawawi dijabarkan fallahu ta'ala aqrabu ilal insaani min 'uruqihi almukhalithi lahu, Allah lebih dekat terhadap Manusia daripada keringatnya yang bercampur baginya. ( hal 319).
Kemudian, baik syekh Nawawi maupun Ali Ash shabuni menafsirkan kullu syaiin halikun illa wajhahu, sebagai Segala sesuatu pada hakikatnya adalah fana (binasa) kecuali Dzat-Nya Yang Kekal dan Quddus. Dari pendapat tersebut diatas, dapat kita simpulkan bahwa kita tidak bisa memungkiri adanya konsep-konsep qurani yang menjadi sumber timbulnya atau menjurus kedalam paham
penyatuan atau pantheisme.Memang masih bisa diperdebatkan dari mana pengaruh-pengaruh yang membuat doktrin tersebut muncul. Menurut Massignon (massignon, Essai, hlm 84) perkembangan tersebut ada akarnya dalam Alqur'an sendiri, sedangkan menurut sementara ahli lainnya, perkembangan tadi disebabkan karena kontak dengan aliran-aliran mistik kristen di Suria serta Neoplatonisme, atau pengaruh dari Syi'ah dengan ajarannya mengenai inkarnasi Zat keallahan dalam diri Ali dan para pengikutnya (menurut DB Mac Donald, Development of Mouslem Theology, Jurisprudence and constitional theory, hal 182), atau karena pengaruh dari India, (menurut M Horten, dalam indische stromungen in der inslamischen Mystik, Heidelberg 1928) , tulisan ini dikutip dalam buku pantheisme dan monisme dalam sastra suluk Jawa hlm 21. PJ, Zoetmulder,Gramedia , Jakarta 1990).
Dalam ajaran Tasawuf, para sufi mendahulukan pemahaman kerohaniannya melalui tahapan (martabat) untuk mencari Tuhannya, yang biasa dikenal dengan ajaran martabat tujuh. Diharapkan ajaran ini bisa membantu memberikan petunjuk bagi kita untuk meluruskan pemahaman tauhid dan menguak tabir rahasia para sufi dalam menyelami ekstasis, yang terkadang menimbulkan polemik dan absurditas, yaitu menempatkan Allah sebagai wujud yang tak tergambarkan ( asy syura: 11) dan tidak ada individuasi maupun presepsi. Prinsip ini didasari ayat yang menyatakan Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya ( Al qashash: 88 ).
Didalam penghayatan mistisnya, para sufi menafikan segala sesuatu termasuk dirinya sendiri; sehingga muncul kesadaran "Yang wajib ada adalah Yang Mutlak", laa maujuda illallah. Sebenarnya hal ini merupakan prinsip monotheisme, yang dibawa oleh Rasulullah saw dalam misinya, yaitu menafikan segala bentuk tuhan-tuhan selain Allah, " laa ilaha illallah" ….. pada hakikatnya segala sesuatu akan binasa (fana) kecuali wajah-Nya yang tetap abadi (baqa) , kullu man alaiha faanin, wayabqaa wajhu rabbika dzul jalaalil wal ikraam ( Ar rahman: 26-27).
Selanjutnya kita akan mencoba menelusuri ajaran Al hallaj dengan CARA tidak serta merta menerima atau menolaknya; karena kita membutuhkan pemahaman yang jernih akan hal ini. Sekilas memang ayat-ayat tersebut diatas banyak mengarah kepada pemahaman pantheisme sebagaimana ajaran Hindu dan Katholik oleh karena itu saya akan mencoba memaparkan ajaran-ajaran mengenai penyatuan diri dengan Tuhan agar memiliki garis yang tegas sesuai misi Rasulullah dalam meluruskan tauhid kepada Dzat Yang Mutlak. Bedanya sangat tipis sekali antara pemahaman pantheisme yang berasal dari ajaran Hindu dan kristen dengan monotheisme yang berasal dari Alqur'an.
Di dalam Al qur'an telah di ungkapkan bagaimana kaum musyrik melontarkan alasan yang dijadikan prinsip, bahwa berhala-berhala bukanlah Tuhan yang sebenarnya sebagai sesembahan, melainkan hanya sebagai perantara (washilah) untuk menuju Yang Maha Mutlak.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik ). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) : "Kami tidak menyembah mereka (berhala) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". ( QS. Az zumar : 3 )

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : " Siapakah yang menciptakan langit dan bumi ?" , niscaya mereka menjawab; " Allah". Katakanlah : " Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya ? …..( QS. Az zumar: 38 )
Berhadapan dengan berbagai macam pendapat tadi, mari kita kaji uraian sekitar ajaran Al hallaj yang telah dipaparkan oleh Massignon dalam kajian Al Hallaj , hlm 352. dalam buku Manunggaling Kawula Gusti , PJ. Zoetmulder , hlm 38,39 )
Al Hallaj mencari kesatuan dengan Allah bagi dirinya sendiri, sehingga kata-kata yang diwariskan -spontan- berasal dari perasaan pribadinya. Al Hallaj ingin menerangkan apa yang dialami dalam lubuk hatinya dengan meneruskan keterangan itu kepada orang-orang lain, sehingga dalam kajian terhadap ajaran Al Hallaj hendaknya kita juga mencari keterangan mengenai ucapan-ucapan emosionalnya, yang kalau dipandang dari luar konteksnya, mudah dianggap sebagai ucapan-ucapan pantheistis. Di sini pertama-tama saya teringat akan ucapan-ucapannya mengenai Allah, dengan mempergunakan kata ganti pertama, seperti konon kabarnya diucapkannya dalam malam terakhir sebelum ia menjalani hukumannya.
"Adapun Engkau membagikan kepada saksi ini (Al Hallaj sendiri) kepribadian-Mu sendiri dan kodrat ilahiMu. Bagaimana ini dapat terjadi karena Engkaulah (yang memegang peranan dari kodratku sendiri untuk menampakkan Diri-Mu di tengah-tengah manusia, pada tahap-tahap terakhir keadaanku- bila Engkau telah datang kedalamnya untuk menampakkan kodratku ( Engkau, Ya Tuhan ) lewat kodratKu ) ( mulai kalimat ini Al hallaj berbicara atas nama Tuhan dan mempergunakan kata ganti pertama guna mengungkapkan penyatuan mesra dengan Tuhan. Saya berusaha menyatakan peralihan itu dengan menulis awal kata positif dengan huruf-huruf besar: catatan dari Massignon ) Serta mempermaklumkan kenyataan ilmuKu dan mukjizatKu- sambil mengangkat DiriKu, dalam kenaikanKu, sampai tahta-tahta kelanggenganKu, sambil memelihara DiriKu dalam ciptaan-ciptaanKu: Bagaimana bisa terjadi bahwa aku sekarang ditahan, dimasukkan kedalam penjara , diserahkan kepada maut, ditempatkan diatas kayu salib, dibakar, lalu debuku diserahkan kepada ombak-ombak ( Massignon, 297,298 )
Dalam membicarakan Al Hallaj, penting untuk dibahas sosok Beyazid Al Bustami, seorang tokoh terkenal, yang banyak menghiasi khasanah keilmuan mengenai mistik dari pengalaman bathinnya sendiri, yang sesuai dengan citra pengalaman Mi'rajnya Rasulullah. Ungkapan-ungkapannya penuh dengan makna, bahwa alam-alam yang dilaluinya merupakan bentuk citra yang hina dan fana termasuk dirinya. Kemenakan Beyazid, yang mencatat sejumlah besar ungkapan-ungkapannya, pernah bertanya tentang pengingkaran terhadap dunia (zuhud) dan sang paman menjawab:
"Pengingkaran ( Zuhud) itu tak ada nilainya. Tiga hari lamanya aku dalam pengingkaran, dan pada hari keempat selesailah sudah. Hari pertama kuingkari dunia ini, hari kedua kuingkari akhirat, hari ketiga kuingkari segalanya kecuali Tuhan, ketika hari keempat tiba, tak ada lagi yang tersisa bagiku kecuali Tuhan. Aku telah mencapai damba yang menyakitkan . kemudian ada suara menyeruku : O, Abu Dzun-Nun, kau tak cukup kuat untuk bertahan bersama-Ku sendiri. Kujawab : itulah memang yang hamba inginkan. Kemudian suara itu berkata : kau telah menemukannya, kau telah menemukannya !!"
Beyazid menyadari dan pada akhirnya menemukan, bahwa Tuhan mengingatnya sebelum ia mengingat Tuhan, bahwa Tuhanpun mengenalnya sebelum ia mengenal Tuhan, dan bahwa cinta Tuhan mendahului cinta manusia terhadap-Nya. Kemudian Beyazid mengungkapkan pencapaiannya dengan kebanggaan seseorang yang sudah mencapai tujuannya :
"Ia segera bangkit dan menaruhku di hadapan-Nya dan kata-Nya kepadaku : "O Beyazid, makhluk-makhlukku sangat ingin memandangmu, dan aku pun berkata: Hiasi hamba dengan kesatuan-Mu dan dandani hamba dengan ke- AKU-an Mu dan angkatlah hamba ke Keesaan-Mu sehingga, kalau makhluk-makhluk-Mu memandangku, mereka akan berkata: Kami telah menyaksikan-Mu, dan Kaulah itu dan hamba tidak lagi berada di hadapan mereka itu."
Beyazid, dalam keadaan ekstase (fana ) berkata : "Subhani, Subhani - Maha suci Aku, Maha suci Aku, Maha Suci Aku." Ungkapan-ungkapan ini telah menjadi teka-teki bagi kaum mistik pada zaman kemudian dan telah sering menjadi inspirasi bagi penyair mistik dalam menggambarkan kesempurnaan perjalanan kerohanian seseorang, disamping banyak sekali orang yang mengecam dan mengkafirkan Beyazid. Sebagian kalangan sufi moderat, yaitu Sarraj mengganggap perkataan Beyazid seolah-olah membaca sabda dalam Qur'an "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain AKU, Innani Ana 'Allah, laailaha illa Ana (QS. Taha:14)."
Beyazid mencapai keadaan ini melalui 'negationis' yang gigih, dengan menghilangkan kesadaran dirinya sendiri, sampai ia mencapai - walaupun hanya sesaat-, keadaan penyatuan mutlak yaitu ketika pecinta, kekasih, dan cinta menjadi satu. Kenyataan yang dialami Beyazid di kritik oleh Mansur Al Hallaj yang berkata, bahwa Abu Yazid yang merana itu baru sampai diambang ilahi saja, karena ia tidak mampu melepaskan dirinya dari ketiadaan.
Para sarjana Barat banyak yang tertarik dengan ajaran Al hallaj karena dianggap bisa mewakili kelangsungan kebenaran ajaran kristus didalam penyatuan dengan Allah atau pantheisme. Seorang sarjana ahli teologi protestan dari Jerman bernama F.A.D. Tholuck menyebut Al hallaj adalah sufi yang paling terkenal karena ketenarannya dan nasibnya, yang menguak cadar di depan umum dengan keberaniannya yang luar biasa. Kutipan Tholuck pada waktu itu dieja dan ditafsirkan keliru sehingga citra Hallaj sungguh menjadi rusak pada zaman-zaman berikutnya. ( Friedrich August Deofidus Tholuck, Sufismus sive theosophia persarum pantheistica , Berlin, 1972 hlm 68. dalam buku dimensi mistik dalam Islam, annemarie schimmel hlm 64 ) Tholuck menganggap Al Hallaj seorang pantheis, hal itu menjadi pandangan para sarjana abad ke 19. Mereka telah menemukan beberapa naskah dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Al Hallaj yang menunjukkan arah kepada pantheisme.
Pandangan lain adalah ada yang menganggap Al Hallaj sebagai seorang Kristen rahasia. Pandangan terakhir itu muncul pada akhir abad ke 19, diajukan August Muller dan tetap di ikuti oleh beberapa sarjana. Para orietalis lain, berdasarkan sumber-sumber yang ada , cenderung menyebutnya seorang 'monism' murni. Alfred von Kremer berusaha mencari sumber Hallaj yang terkenal Anal Haqq dalam sumber-sumber India, dan Max Horten membandingkan pernyataan mistik itu dengan aham brahmasmi dalam upanishad , dan beberapa sarjana lain menyetujuinya.
Reynold A Nicholson mempunyai pandangan, bahwa Mansur Al Hallaj menekankan monotheisme keras dan hubungan yang sangat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam pemikirannya, sedangkan Adam Mez melihat kemungkinan adanya hubungan antara sufi agung itu dengan teologi Kristen.
Louis Massignon telah berhasil mengumpulkan data-data tentang Al Hallaj dari lingkungan tempat dia berasal dan pengaruh-pengaruh atas Hallaj telah dijelajahi, sehingga kehidupan dan ajarannya bisa diketahui lebih lengkap dan dimengerti lebih baik di Barat. Massignon telah banyak belajar dari sebuah kitab yang terkenal "At Tawasin", yang isinya sulit dipahami, karena sebenarnya banyak paradoks yang tersimpan didalamnya, kecuali oleh orang yang memiliki kecerdasan kerohanian yang tinggi. Ajaran yang ditulis dalam buku tersebut berbentuk sajak, mengungkapkan keagungan Tuhan dan imanensi-Nya dalam hati manusia. Rahasia penyatuan cinta dipuja dalam sajak-sajak yang bebas dari segala lambang cinta 'profane'. Massignon menyelidiki dunia rohani Al Hallaj secara terus-menerus, menambahkan hal-hal kecil dalam catatannya, dan kemudian diterbitkan sebagai sebuah biografi monumental syuhada mistik tersebut pada tahun 1922; seribu tahun setelah hukuman mati terhadap Al hallaj. Nyatanya, Hallaj seperti yang dikatakan Hans Heinrich Schaender dalam resensinya atas buku Massignon, adalah syuhada Islam par exelence karena ia merupakan contoh kemungkinan-kemungkinan terdalam dari keshalehan pribadi yang ada dalam agama Islam. Ia menunjukkan akibat cinta sempurna dan makna mendapatkan kesucian pribadi macam apapun, akan tetapi agar bisa mengabarkan rahasia ini, harus hidup di dalamnya dan mati untuknya. Seperti pengorbanan Yesus Kristus dalam penebusan dosa ummatnya.
Siapakah orang ini sebenarnya, yang telah menjadi bahan kebencian dan cinta, contoh penderitaan, raja bid'ah dalam tulisan-tulisan ortodoks (salafi), tokoh idaman para sufi yang terpesona ??
Fana bukan Pantheisme
Kesimpulan yang diungkapkan oleh para sarjana Barat (Orientalis), bahwa ajaran Al hallaj adalah phanteisme, masih mengundang pertanyaan yang belum tuntas. Para peneliti itu memaparkan ajaran Al hallaj melalui data-data dalam prosa, bukan melalui perjalanan ekstasisnya, dan kemudian membandingkan dengan ajaran trinitas dalam Kristen atau dalam kesatuan aham brahmasmi dalam upanishad. Saya menganggap kesimpulan ini hanyalah merupakan cara mereka untuk meminjam peristiwa yang terjadi agar sama persis dengan eksekusi yang dilakukan terhadap Yesus Kristus. Hal ini terlihat sekali dalam uraian Louis Massignon sendiri, yang masih banyak melibatkan emosi kepercayaannya (doktrin keimanan) sebagai orang kristen, dan bukan sebagai peneliti murni, sehingga kesimpulannya sangat mempengaruhi hasil penelitiannya.
Ungkapan-ungkapan Al Hallaj dalam prosa tidak bisa disimpulkan dalam bahasa formal, karena ungkapan itu merupakan pengalaman 'transcendental'. Sebagaimana ayat-ayat Al- Qur'an sering menggunakan kalimat mutasyabihat untuk mengungkapkan kedalaman makna hakikat, ketika bahasa manusia tidak lagi mampu mengungkap rahasia. Didalam kitab At Tawasin termuat anekdot sufi yang pada akhirnya menghebohkan dunia, yaitu pernyataan Al Hallaj yang kontroversial.
Ketika ia mengetuk pintu Junayd, sang Guru bertanya : Siapakah itu ? dan ia menjawab : Ana 'l Haqq - Akulah kebenaran Mutlak (kreatif), Akulah kenyataan Yang benar.
Pada bab itu Al Hallaj menjelaskan mengenai kesadaran Aku Yang Mutlak dibandingkan dengan kesadaran yang diucapkan Fir'aun dan Iblis. Menurut Al-Qur'an, Fir'aun menegaskan, Akulah Tuhanmu Yang Paling Tinggi (Surat An Naziat: 24), dan Iblis berkata, " Aku lebih baik daripada Adam (Surat Al A'raaf: 12). Kemudian Al Hallaj menegaskan pernyataannya, Akulah Kebenaran Mutlak".
Pada bagian ini para sufi merenungkan mengenai ke-Aku-an dirinya, tatkala ia menafikan segala sesuatu, yang wajib ada ialah AKU, ketika merenungkan ayat kullu syaiin halikun illa wajhahu, segala sesuatu pada hakikatnya tidak ada (binasa) kecuali wujud-Nya yang kekal. Para mistisi merenungkan dalam-dalam perkara adanya dua Aku yang berbeda, yakni Aku Fir'aun dan Aku ahli mistik yang
bercinta. Kesimpulannya diberikan dalam wahyu ilahi bahwa, Fir'aun hanya melihat dirinya sendiri dan kehilangan AKU, sedangkan Husain hanya melihat AKU sehingga kehilangan dirinya sendiri. Aku penguasa Mesir itu ( Fir'aun) merupakan pernyataan kekafiran, sedangkan Aku Hallaj mengungkapkan keagungan Tuhan. inilah alasan Al Hallaj mengapa ia berkata Akulah kebenaran.
Apapun alasan pernyataan Ana'l Haqq itu, Junayd -salah seorang guru Al Hallaj- telah menyatakan sikapnya terhadap bekas pengikutnya tersebut, dengan menuduh telah menyebarluaskan pernyataan religius yang berbahaya.
Disisi lain, Al Hallaj mempunyai pandangan lain dari pernyataan Beyazid yang juga menyatakan AKU pada kalimat "Maha Suci Aku" (Subhani), dan menganggap Beyazid sebagai orang yang menipu, karena dia baru berada diambang ilahiyah saja . Beyazid tidak layak mengucapkan kalimat suci tersebut, karena ia masih ada dan merasakan keadaan mabok mistik (syakr), ia belum lenyap (fana). Hal inipun diakuinya sendiri oleh Beyazid : Demi sadarlah aku dan tahulah aku bahwasanya sama sekali itu hanyalah tipuan hayalan belaka.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Mathnawi, Rumi mengisahkan legenda tentang pengikut-pengikut Beyazid yang memberontak gurunya ketika si guru itu berkata : Dibalik jubahku ini tak ada apapun selain Allah !!
Terlebih dahulu marilah kita mencoba untuk memahami maksud ketiadaan (fana), sehingga memahami mengapa Al Hallaj begitu yakin, bahwa Beyazid belum sampai kepada taraf tertinggi.
Seorang sufi besar Abu Bakar al Kharraz ( 899 M ) dikenal di Barat lewat karyanya " kitab As-Sidq" - kitab kebenaran, yang diterjemahkan oleh Arberry. (Abu Bakr al Kharraz, kitab as sidq, the book of Truthfulness, diedit dan diterjemahkan oleh A.J . Arberry (Oxford, 1937) mengungkapkan bahwa hanya Allah yang berhak berkata " AKU", sebab siapapun yang mengatakan " Aku" tak akan bisa mencapai taraf makrifat. Itulah sebabnya iblis dihukum, karena berkata ' Aku lebih baik dari Adam ". Lebih jauh Kharraz menunjukkan bahwa " Aku" ilahy ini secara ontologis terkait dengan Nama Ilahi Al Haqq; "Kenyataan" inilah tampaknya yang menjadi inti ungkapan terkenal Hallaj Ana 'l Haqq.
Apakah Al Hallaj benar-benar mengungkapkan Ana 'l Haqq pada saat keadaan ekstase (syathathat) atau hanya merupakan pengajaran di dalam Majelis, sebab dalam kritiknya terhadap Beyazid, beliau mengatakan "Kasihan Beyazid, ia merana karena ia tidak mampu meninggalkan dirinya (fana), ia baru sampai di ambang ilahi. Orang yang fana dirinya tidak akan berkata " AKU" sebab ia telah tiada."
Didalam kitab yang berjudul Raitullah "Aku melihat Allah" karya ulama sufi yang terkenal Syekh An nafiri, diungkapkan mengenai Bab " AKU" :
"Tidak akan diucapkan kalimat AKU, kecuali bagi orang yang berkawan dengan kealpaan dan oleh setiap orang terhijab oleh hakikat."

"Engkau berani mengatakan AKU, sedangkan engkau masih terhijab dari pada-KU, gemerlap duniawi masih mengusik nafsumu, masing-masing akan menyambar dirimu dengan seruan zat dirinya, engkau masih saja dalam kegaiban yang kelam dari pada-Ku. Maka apabila engkau telah melihat " Aku" dan Aku - pun telah menampakkan diri dihadapanmu, tetaplah keteguhanmu, maka tiada Aku lagi melainkan AKU." (diri manusia akan hancur atau binasa, sebagaimana peristiwa yang terjadi kepada Nabi Musa surah Al A'raaf: 143 ).

"Telah Kuciptakan (kuadakan) untukmu dan untuk sesuatu menjadi tujuan, antara lain tujuan itu ialah, cintamu kepada dirimu sendiri, itulah tetesan waham (kalimat) yang engkau warisi, kata-kata mu " Aku" adalah egomu sendiri (Aku terlepas anggapan dari yang demikian) dan tidak lain zat itu melainkan kepunyaan-Ku, dan tidak lain Aku itu kecuali untuk-Ku, bukanlah zat dan bukan pula persoalan, hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian yang bersifat prasangka, hal ini disebabkan karena caramu sendiri berfikir dan pencapaianmu pada pendakian jiwa dan persoalan."
Pandangan diatas bisa dibandingkan dengan pernyataan Syekh Siti Jennar -seorang tokoh mistik di pulau Jawa-, yang telah menyimpulkan bahwa Tuhan itu adalah dirinya sendiri karena dimana saja ia pergi disitu ada Aku, dan ia sadar Akunya selalu ada dan abadi. Konon beliau banyak terpengaruh ajaran Al Hallaj :
Syekh Siti Jennar berkata : "Kelilingilah cakrawala dunia, membumbunglah engkau ke langit yang tinggi, dan selamilah dalamnya bumi hingga lapis ke tujuh, engkau tidak akan bisa menemukan Wujud Yang Mulia. Kemana saja engkau pergi, engkau hanya akan menemukan kesunyian dan kesenyapan. Jika engkau ke utara, keselatan, kebarat, ketimur dan ketengah, yang ada di semua tempat itu hanya disini adanya. Apa yang ada disini bukan wujud saya, yang ada didalam diriku ini adalah kehampaan yang sunyi. Isi dalam daging tubuh ini adalah isi perut yang kotor, bukan jantung dan bukan pula otak yang terpisah dari tubuh, tetapi nafas yang melaju pesat bagaikan anak panah terlepas dari busurnyalah yang bisa mejelajah ke Mekkah dan Madinah."
Menurut Siti Jennar selanjutnya, "Dirinya bukanlah budi, bukan angan-angan hati, bukan pula fikiran yang sadar, niat, udara, angin, panas, atau kekosongan dan kehampaan. Wujud dirinya hanyalah jasad yang akhirnya menjadi jenazah, yang membusuk bercampur tanah dan debu. Nafasnyalah yang mengililingi dunia, meresap dalam tanah, api, air dan udara yang akhirnya kembali ketempat asal dan aslinya. Hal itu disebabkan karena semuanya merupakan barang baru dan bukan yang asli. Hakikat dirinya dipandangnya sebagai dzat yang sejiwa dan menyuksma di dalam Hyang Widi."
Bagi Siti Jennar, Tuhannya adalah Tuhan yang bersifat Jalal dan Jamal yaitu Maha Mulia dan Maha Indah. Siti Jennar tidak mau mengerjakan shalat karena kehendaknya sendiri, karena itu ia juga tidak memerintahkan siapapun untuk shalat, baginya orang shalat karena budhinya sendiri yang memerintahkan shalat. Namun budi itu juga bisa menjadi budi yang laknat dan mencelakakan, yang tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, yang jika dituruti lalu berubah dan kadang mengajak mencuri.
Inilah yang katakan oleh Al Junayd dan Syekh An Nafiri, bahwa baik Beyazid, Siti Jennar ataupun Al Hallaj (??), telah terhijab oleh dirinya. Tatkala mereka mencari Tuhan di mana, ternyata hanya dirinya yang ada; ketika ia melambung jauh keangkasa ghaib, tetap dirinya yang ada, di sana ada, di sini ada , di atas ada, di bawah ada, di selatan ada, di utara ada, di barat ada, di timur ada, di mana-mana ada. Yang ada tetap yang langgeng dan kesunyian dan kehampaan. Aku dirinya merasakan ada di mana-mana (inilah yang dimaksud oleh Al Hallaj ambang ilahi) bukan fana. Keadaan inilah yang dianggap bersatu (ittihad) atau manunggaling kawula Gusti. Antara diri dan Tuhan tidak bisa dibedakan; hal ini dalam ajaran vedanta disebut tat twam asi .
Untuk lebih jelasnya kita simak pendapat Al Junayd, mengenai pernyataan "Aku" yang diungkapkannya. Mengapa beliau menyalahkan bekas muridnya; karena beliau tahu bahwa Al Hallaj belum mampu melepaskan ego dirinya, karena itulah ia terhukum sebagaimana iblis dihukum Tuhan, ia tidak layak menyingkap selubung rahasia Tuhan, karena yang berhak mengungkapkan Aku adalah AKU itu sendiri, bukan ego kita dimana kesadaran dirinya masih ada. Sebab jika instrumen dirinya itu masih ada, maka ia tidak akan pernah bisa menggambarkan Tuhan seperti apa, ia akan mengungkapkan Tuhan seperti apa yang dirasakan oleh dirinya, bukan keadaan Tuhan yang sebenarnya Sebagaimana Musa membiarkan dirinya hancur (fana) bersama Bukit Thursina, dan pada saat itu Allah menampakkan Dirinya, bahwa AKU tidak bisa dilihat dengan matamu dan oleh dugaan egomu (tidak bisa digambarkan oleh presepsi pikiranmu, hatimu, perasaanmu, dan jiwamu sendiri; dalam Alqur'an Musa digambarkan pingsan ) AKU mengenali diri-Nya secara sempurna. Inilah yang membedakan dengan phanteisme Hindu dan kristen, yang menganggap Tuhan telah beremanasi kepada Sri Kresna ataupun Yesus Kristus.
Al Junayd memaparkan pandangannya mengenai tasawuf yang sebenarnya, sebagai berikut :
"Tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya. Kita tidak melaksanakan tasawuf dengan obrolan dan kata-kata, tetapi dari kelaparan dan penolakan terhadap dunia dan memutuskan hubungan dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan kita dan segala yang sudah kita anggap sesuai dengan diri kita. Baginya kehidupan mistik berarti usaha abadi untuk kembali ke asal-usulnya, yang bersumber pada Allah awal mula segala sesuatu, sehingga akhirnya si ahli mistik bisa mencapai suatu keadaan di mana ia berada sebelum ada, yakni suatu keadaan, ketika Tuhan sendirian dan yang diciptakan-Nya dalam waktu belum lagi ada. Hanya ada pada saat itulah ia bersaksi bahwa Tuhan adalah Esa dari keabadian ke keabadian."
Dari data-data yang telah kita peroleh bisa disimpulkan bahwa fana (monotheisme) dan manunggal ( pantheisme ) sangatlah berbeda .
Pantheisme adalah seperti yang diungkapkan oleh Harun Hadiwiyono sebagai berikut:
Bagian terdalam dari manusia yaitu atma, sejajar dengan atman di dalam agama Hindu. Atma dipandang identik dengan Allah sebagai Zat Mutlak. Kesamaan sedemikian rupa hingga Allah melihat, mendengar dan sebagainya, hanya dengan perantara manusia. Dapat dikatakan bahwa manusia adalah Allah yang menjadi daging. Menurut ungkapan jawa; manusia seperti katak berselimutkan liangnya (kodok kinemulan ing lenge) Allah berada di dalam manusia, karena manusia pada hakikatnya adalah Allah sendiri :
Sedangkan Fana (monotheisme ) adalah seperti ungkapan Al Junayd :
Menyadari bahwa dirinya pada awalnya tiada (fana), kullu syain halikun illa wajhahu (Al Qashash, 28 : 88 ), Segala sesuatu binasa kecuali wujud Allah yang abadi. Kullu man alaiha fanin, wayabqa wajhu dzul jalali wal ikram ( Ar rahman, 55 : 26-27)
Kehidupan mistik berarti usaha abadi untuk kembali keasal usulnya, yang bersumber pada Allah awal mula segala sesuatu, sehingga akhirnya si ahli mistik bisa mencapai suatu keadaan di mana ia berada sebelum ada, yakni suatu keadaan ketika Tuhan sendirian dan yang diciptakan-Nya dalam waktu belum lagi ada. Hanya ada pada saat itulah ia bersaksi bahwa Tuhan adalah Esa dari keabadian ke keabadian. La syaiun illallah, laailaha ilallaha. Inilah martabat yang tersembunyi (kesenyapan), karena keadaan belum ada apa-apa, belum mengenal individuasi, namanya Zat Mutlak, Hakikat ketuhanan. Tak seorangpun dapat meraihnya, nabi-nabipun tidak (termasuk Nabi Musa). Para malaikat yang berdiri dekat Allah-pun tidak dapat meraih Hakikat Yang Maha Luhur. Tak seorangpun mengetahui atau merasakan hakikatnya. Sifat-sifat dan nama-nama belum ada. Hanya Dialah Yang Ada dan nama-Nya ialah wujud makal, zat langgeng, hakikat segala hakikat, adanya ialah kesepian (kosong). Siapakah gerangan yang tahu akan tahap ini. ??? Barang siapa mengatakan mengetahui zat yang sejati, dia telah tersesat .
Al Hallaj menyadari, bahwa ia tidak mampu melepaskan kenyataan ketuhanan yang tidak bisa dipresepsikan oleh hatinya sendiri, sehingga ia harus rela melenyapkan dirinya dengan harapan ia mampu meniadakan dengan cara kematian yang tragis, bukan dengan peniadaan (fana) pengertian spiritual yang dialami Junayd maupun Nabi Musa, maka ia berkata dengan tulus agar ia mampu cepat melepaskan keterikatannya dengan dirinya, dengan sebenarnya : uqtuluni ya thiqati - inna qatli hayati - Bunuhlah aku, ya sahabatku, sebab terbunuhku itulah hidupku.
Inilah kenyataan yang sebenarnya, bahwa kematiannya merupakan harapan yang dinantikan olehnya. Ia menemukan hidup yang Hakiki, setelah alat-alat kemanusiaan tidak lagi ada, karena alat-alat pada diri manusia seperti penglihatan, pendengaran, perasaan dan angan-angan, tidak mampu meraih kenyataan yang sebenarnya. Ia mati dalam kebahagiaan yang abadi. Ia telah bebas dari keterikatannya, ia tidak lagi berada didalam ambang ilahi, tetapi ia telah fana melalui pertolongan tangan Algojo yang memenggal kepalanya.
Didalam kitab Jati Murti diuraikan mengenai kenyataan (hakikat) yang tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu (laisa kamistlihi syaiun, surah Asy syura, 42 : 11). Sebagai berikut :
Kesejatian itu sangat luas, tidak bisa di kira-kira besar luasnya, tidak bisa dicapai di dalam hati, tidak bisa ditemui diseluruh jagad raya, sebab didalam kesejatian (hakikat) mempunyai arah yang disebut lahir dan bathin. Segala alam (jirim) berada disisi luar kesejatian (hakikat), yaitu diantara lahir dan bathin, itu arah yang tidak bisa direka-reka oleh pikiran dan perasaan manusia.

Karena kesejatian (hakikat) itu bersemayam dalam bathinnya alam atau badan yang berada dialam, maka kesejatian tidak membutuhkan alam untuk bersemayam, malahan berada dalam segala trmpat (berada di mana-mana), seperti keberadaannya benda terhadap permukaan, atau seperti keberadaannya permukaan terhadap garis. Jadi seandainya keadaan hakikat dibentengi besi yang amat rapat, seperti halnya tempurung kemiri, tetap masih lebih luas (leluasa) sekali serta tidak berpengaruh apapun.

Ibarat orang menggambar seekor kuda dengan sebuah pensil. Bentuk seekor kuda yang dikelilingi dengan goresan (garis) bekas pensil, seperti tampaknya pensil tadi yang berada di kulit kuda.

Kesejatian tidak terpengaruh sama sekali, sebab bukan benda. Yang bersemayam dalam kesejatian, yaitu : Saya, maksudnya : Pribadi = AKU, Innani Ana Allah, laailaha illa ANA, sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan kecuali AKU, berada berjajar dengan segala kejadian, yaitu yang diakui oleh makhluk seisi alam semesta, tempat bergantungnya segala sesuatu (Allahush shamad ), rabbul `alamin, Rabb alam semesta.

Sesungguhnya keadaan hakikat (sejati ) tidak bisa diperbandingkan dengan segala sesuatu yang ada pada keadaan alam-alam, sebab bukan tandingannya. Jika memaksakan untuk membayangkan, maka ibarat batu dibandingkan dengan warna yang ada pada permukaan batu tersebut, atau seperti satu meter persegi dibandingkan dengan satu meter. Oleh karena itu perasaan manusia (sarana yang dipakai untuk membayangkan atau mengukur) bukanlah rasa yang sejati. Jika perasaan manusia dibandingkan dengan perasaan sejati (keadaan hakikat), kejadiannya seperti halnya warna yang ada pada permukaan, sebuah benda dibandingkan dengan benda yang menyatu yang memiliki permukaan tadi. atau dapat diumpamakan seperti halnya wayang yang sedang dimainkan oleh dalang, dibandingkan dengan dalang yang sedang menjalankan wayang tersebut. Menurut dalang : Perilaku wayang itu pada hakikatnya tidak ada, yang ada adalah perilaku si dalang tersebut, tanpa ada perbandingan (tandingan).

Sebagaimana firman Allah:

"Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (QS Al Anfaal, 8:17 ) Pendek kata manusia sebenarnya hanya "diam"(fana). Diamnya dapat diumpamakan : Salah satu perilaku wayang berhenti, tidak dimainkan lagi oleh dalang, maka
yang ada tinggal perilaku dalang, si wayang tidak tahu apa-apa lagi, penglihatannya tidak ada, pendengarannya tidak ada, perasaannya tidak ada, kekuatannya tidak ada, hidupnya tidak ada, kesadarannya tidak ada, maka dirinyapun tidak ada seperti pada mulanya sebelum diciptakan. Sekarang si wayang tidak tahu apa-apa, yang tahu adalah tinggal AKU yang sejati yang meliputi segala sesuatu. Si wayang kembali kepada asal muasalnya, yaitu dari tidak ada menjadi ada lalu tidak ada, inilah hakikat innalillahi wainna ilaihi rajiuun, sesungguhnya kami berasal dari Allah dan kepada-Nya kami kembali. Jadi manusia hanya diam saja (lenyap tanpa memiliki presepsi apa-apa) itulah layaknya manusia yang masuk kedalam kesejatian (hakikat), dan masuknya kealam kesejatian melalui proses penyucian dari anggapan ( dhzan, presepsi), artinya Allah suci dari anggapan pikiran dan rekayasa hati manusia (dhzan); suci dan hilangnya sifat kemanusiaan oleh kekuatan yang menganggap dengan I'tikat yang kuat, ia menganggap kekuatan itu adalah dirinya sendiri; akan tetapi semuanya itu milik Allah dan harus kembali kepada-Nya.
Bukan manuggaling kawula Gusti seperti anggapan Siti Jennar, yang terpengaruh oleh ajaran Vedanta, yang mendorong ke perluasan Atman "inti diri", sampai si inti diri itu menyadari kesatuannya dengan hakikat segala sesuatu seperti yang dinyatakan dalam ungkapan tat twam asi, itulah engkau !!
Karena hakikat itu tidak bisa dibandingkan dengan apa-apa (alam yang bukan sejati), maka keadaannya tidak ada perbandingan seperti suka dan duka, senang dan benci, bosan dan betah. Karena tanpa pemilahan, maka tidak ada hitungan dan bilangan.Yang dimaksud dengan istilah tanpa hitungan maknanya ialah : Tidak ada jumlahnya, karena jika dikatakan satu maka satu itu membutuhkan tandingan adanya dua, tiga , empat dan seterusnya. Memang kebiasaan kita menyebut dia itu Tunggal (satu), tetapi bukan berarti satu seperti penyebutan untuk sebuah benda, satu jeruk, satu mobil. Untuk jelasnya, maka penyebutannya seharusnya sebagai berikut : tidak ada apa-apa kecuali hanya ada: "Pribadi".
Bobotnya sudah disebut demikian, maksudnya adalah : tidak ada apa-apa kecuali hanya - walaupun menurut alam jirim bukanlah suatu hal yang aneh, namun menurut keadaan hakiki hal tersebut menjadi aneh. Anehnya adalah mengapa mesti diomongkan sebagai : Tidak ada apa-apa kecuali ….. apa sebabnya ?? itu ibarat orang berkata : air itu tidak ada yang bukan air, atau jagad segala jagad ya tetap segala jagad .
Oleh karena tidak ada pemilahan dan bilangan, maka maksud istilah "gusti dan kawula berada dalam keadaan sejati" juga menjadi aneh. Anehnya kenapa ada perbandingan , yaitu kawula dibandingkan dengan gusti, seperti halnya kuda dibandingkan dengan warnanya, atau gelang dibandingkan dengan emas yang dipakai untuk membuat gelang tersebut. Warna itu ya warna kuda, bukan semestinya dibandingkan dengan yang memiliki warna tersebut, sebab warna itu tidak akan ada (tampak ) kalau tidak ada kuda (yang memiliki warna), bukan wujud yang sebenarnya, akan tetapi wujud yang sebenarnya adalah kuda itu sendiri. Gelang itu terbuat dari emas, gelang dengan emas itu berbeda, gelang merupakan kejadian yang terbuat dari emas. Emas merupakan wujud yang sebenarnya, sedangkan gelang adalah kejadian (ciptaan) yang tetap tergantung kepada bahan emas tadi, sehingga gelang itu diliputi oleh emas

Patrap (Makna Dzikrullah)

Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui tumbuh-tumbuhan, gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.
Firman Allah :
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyantun lagi maha Penyayang" (QS 17:44)
Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)
Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih, akan tetapi merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah, sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah Ilahi. Dengan demikian butir-butir atom, bumi, matahari, bintang-bintang bergerak pada orbit atau garis yang telah ditentukan oleh-Nya. Itulah yang dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan (sunnah-sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Maka dari itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak bergerak, malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang mengikuti perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang, membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.
Hal ini diibaratkan seperti kalau kita membeli sebuah mobil. Si perancang telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui suku cadang yang harus diganti jika terjadi kerusakan. Manual yang berisi ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya sesuai dengan kemauan kita, karena bisa-bisa akan mengakibatkan benturan/berlawanan dengan keinginan perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan dengan baik.
Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas menggambarkan kepasrahan dan kepatuhan terhadap ketentuan si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur'an dan Al Hadist ataupun dalam ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam), semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahi. Mereka bersujud patuh atas ketetapan-Nya dengan suka hati.
Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :
1. Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti mampu untuk menguasai perjalanan nafas dan darah, sehingga orang tidak lekas naik darah dan tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang besar faedahnya bagi kesehatan badan.
2. Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel, sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga selalu tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk dapat mengambil tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.
3. Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.
Orang patrap (dzikir, sadar) dalam Islam diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua ummat manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah.
Sikap dzikir sempurna seperti itu pernah dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da'tsur menodongkan pedangnya kearah leher nabi, seraya berkata lantang: "Siapa yang akan menolong engkau dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?". "Allah yang menolongku", jawab nabi dengan tenang.
Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da'tsur, merontokkan karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi disanggah oleh tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya. Pedangnya terpental jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas menodongkan pedang
kearah leher Da'tsur, dan beliau berkata : "Siapa yang akan menolong engkau ,ya Da'tsur?" Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya enkau ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.
Peristiwa di atas merupakan sikap sempurna dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan islam sebagai kepasrahan dan kepercayaan akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af''al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan ada lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan dan kembalinya ruh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya masih resah dan takut, berbohong, tidak patuh terhadap perintah-Nya dll. Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah merasakan keberadaan Allah itu sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh
dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.
Seperti yang pernah saya singgung mengenai syetan yang ma'rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo'a kepada-Nya, memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.
Allah berfirman : "Hai iblis , apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih tinggi ?"
Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan."
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan."
Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya ( hari kiamat)."
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka. (QS 38:75-83)
Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan Allah di atas, kelihatan sekali bekas keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut "faizzatika" (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan sebutan "Ya Rabbi" (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada Allah (berdo'a), bertauhid dan berma'rifat kepada-Nya. Hanya satu kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau tidak menerima keputusan
Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan kesombongan merasa paling baik dari dirinya, ana khairu minhu , aku lebih baik dari Adam !!!
Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma'rifat atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk mengingat Aku ... QS 20:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak sadar, bahwa ingat disini ... tidak hanya kepada nama-Nya atau kepada dzat-Nya, akan tetapi konsekwensinya harus menerima apa kemauan yang diingat, yaitu kemauan Allah Swt seperti apa yang telah diperintahkan didalam syariat-Nya .
Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi. Perbuatan khariqul `adah (meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap perbuatan seorang waliyullah. Padahal nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat, dan mu'amalah. Sedang kedudukan beliau berada diatas para wali manapun di dunia. Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai
(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu menyelami pikiran dan hati manusia, ... bahkan ia mampu berjalan melalui aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya. Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam melaksanakan tugas-tugas
menegakkan syariat Alqur'an dan As sunnah.

HATI

Banyak ahli muslim terutama yang memperhatikan masalah akhlak kepada Allah, mengemukakan bahwa hati manusia merupakan kunci pokok pembahasan menuju pengetahuan tentang Tuhan. Hati, sebagai pintu dan sarana Tuhan memperkenalkan kesempurnaan diri-Nya. "Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali "Hati" hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang (HR Abu Dawud ). Hanya melalui "hati manusialah" keseimbangan sejati antara Tuhan dan kosmos bisa dicapai.
Al Qur'an menggunakan istilah qalb (hati) 132 kali, makna dasar kata itu ialah membalik, kembali, pergi maju-mundur, berubah, naik-turun. Diambil dari latar belakangnya hati mempunyai sifat yang selalu berubah, sebab hati adalah lokus dari kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa di dalam hati, dan wahyu maupun ilham diturunkan kedalam hati para Nabi maupun wali-Nya.
"Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan antara manusia dan hatinya, dan bahwa kepada-Nya lah kamu sekalian akan dikumpulkan" (QS 8:24)
"(Jibril) menurunkan wahyu ke dalam hati nuranimu dengan izin Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman" (QS 2:97)
Hati adalah pusat pandangan , pemahaman , dan ingatan ( dzikir )
"Apakah mereka tidak pernah bepergian di muka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang di telinganya untuk didengarkan ? sebenarnya yang buta bukan mata , melainkan " hati" yang ada di dalam dada." (QS 22:46)
"memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah tersumbat" (QS 18:57 )
"Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur'an? atau adakah hati mereka yang terkunci?" (QS 47:24)
"Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan" (QS 18:28)

"Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang-orang yang alpa (tidak berdzikir) " (QS 7:17 )
Iman tumbuh dan bersemayam di dalam hati, begitu juga kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang lurus. Oleh sebab itu, Allah tetap menegaskan bahwa perilaku seseorang tidak bisa hanya sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi harus sampai kepada
pusat iman yaitu "hati".
Mungkin kita hampir lupa bahwa peribadatan selalu menuntut pemurnian hati (keikhlasan), sehingga akan menghasilkan sesuatu yang haq serta dampak iman secara langsung.
Iman yang pernah diikrarkan oleh kaum Arab Badwi dihadapan Rasulullah bukan kategori iman yang sebenarnya, sehingga seketika itu Allah menurunkan wahyu untuk memperingatkan kepada mereka (Arab Badwi) :
"Orang-orang Badwi itu berkata : "kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka) "Kamu belum beriman", tetapi katakanlah "kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk kedalam hatimu" (QS 49:14) .
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri dan diakui oleh Al Qur'an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut ... dan bahkan ia terdorong ingin meluapkan kegembiraan dan kerinduannya dengan menjerit seraya bersujud dan menangis. Bergetar hatinya dan bertambahlah imannya. Ia begitu kokoh dan mantap dalam setiap langkahnya karena keIhsanan bersama dengan Allah yang selalu menjaga. Ia akan selalu berbisik ke dalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan kesulitan di dunia, karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah Swt.
Firman Allah Swt :
"Suatu musibah tidak akan menimpa seseorang kecuali atas izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, tentu Dia akan menunjuki "hatinya". Dan Tuhan Maha Mengetahui segala-galanya" (QS 64:11)
"Keimanan telah ditetapkan Allah ke dalam "hatinya" serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya" (QS 58:22)
"Dan Kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan Kami teguhkan hati mereka" (QS 18:13-14)
"Dialah yang telah menurunkan ketentraman di dalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya disamping keimanan yang telah ada" (QS 48:4)
Syetan menggantikan kedudukan Allah bersemayam di istana hati manusia yang lalai. Allah akan memalingkan dan menghinakan orang yang lalai akan Allah. Allah akan mengunci dan mematikan hati sehingga ia diberi gelar "binatang ternak!!!" Bahkan lebih sesat dari itu. Kalau sampai terjadi seperti ini maka tertutuplah hati untuk menerima cahaya dari Allah Swt. Maka tidak heran jika perbuatannya akan cenderung mengikuti langkah-langkah syetan yang dilarang oleh Allah, syetan menggantikan posisi Allah menduduki hati yang tertutup dan dialah yang akan menasehati dan membimbing ke jalan yang sesat. Kekejian itu akan menyeruak ke dalam kalbu melalui hembusan ilham sehingga akal fikiran tidak mampu menghalau datangnya petunjuk tersebut. Marah dan benci tidak pernah direncanakan, akan tetapi ia datang langsung ke pusat hati, dan tubuh tanpa daya mengikuti kemauan sihir sang iblis. Hati menjadi buta.......!!!

Allah berfirman :
"Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertai" (QS 43:36)
"Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya niscaya tidak seorangpun dari kamu sekalian bersih ( dari perbuatan keji dan mungkar ) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS 24:21)
Iman dan kafir terletak di dalam hati, Allah telah membeberkan berikut contoh-contohnya antara orang yang dibukakan hatinya dan yang ditutup hatinya, serta perilaku keduanya. Maka keputusannya terletak kepada kebebasan manusia itu sendiri untuk memilih jalan yang sesat ataupun yang lurus. Karena disitu akan mendapatkan bimbingan langsung baik jalan kesesatan maupun jalan ketaqwaan.
Firman Allah :
"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya" (QS 91:7-10)
Ayat di atas memberikan pengertian atas pentingnya membersihkan jiwa, sehingga apabila hal ini terjadi, maka Allah-lah yang akan membimbing ketaqwaan, keimanan, serta ketulusan. Namun sebaliknya Allah akan menistakan manusia yang melalaikan akan Allah serta mengotori hatinya dengan mengirim musuh Allah sebagai penasehat dan menuntunnya ke jalan kesesatan.
Kemudian apa langkah selanjutnya, serta bagaimana terapi untuk mengembalikan hati yang sudah terlanjur karam dilumpur nista ?
Pertama, kita sudah memahami bahwa penyebab utama dari ketidakmampuan berbuat baik dan kesulitan menjaga dari perbuatan keji dan mungkar serta tidak didengarnya setiap doa, adalah "tertutupnya mata hati dari NUR ILAHI ".
Kedua, konsentrasikan masalah mengurus hati dulu, jangan mempersoalkan hal yang lain, karena "hati" sedang menderita sakit kronis. Kita harus perhatikan dengan sungguh-sungguh, dan memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati ... Dialah yang menutup hati kita, membutakan, mentulikan, dan mengunci mati dan tidak memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang turun ke dalam hati.

Mari kita perhatikan kedalam, kita jenguk hati kita yang sedang berbaring tak berdaya, disitu terlihat syetan dengan leluasa memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan mungkar. Ia menuntun pikiran untuk menerawang ke angkasa, mengajaknya mi'raj keangan-angan panjang dan melupakannya ketika badan sedang shalat, sedang berwudhu' dan membaca Al Qur'an dan ibadah yang lain. Kita sudah beberapa kali mencoba menepis ajakan itu namun apa daya kekuatan iblis memang luar biasa, kita bukan tandingannya untuk melawan dan mengusirnya. Ia ghaib dan licik ... ia berjalan melalui aliran darah manusia, ia bisa menembus tembok ruang dan waktu, ia ada dalam fikiran dan bahkan bersemayam di dalam hati manusia. Cukup sudah usaha kita untuk melawannya, namun gagal dan gagal lagi.... ...
Namun ada yang yang tidak "MATI", yaitu diri sejati yang selalu melihat keadaan hati kita yang sakit. Ialah "Bashirah" (QS 75:14), ia tidak pernah bersekongkol dengan syetan, ia yang mengetahui kebohongan hati, kejahatan, dan ia selalu mengikuti fitrah Allah, ia jujur, tawadhu', khusyu', kasih sayang dan adil ( lihat tafsir sofwatut tafasir, oleh prof. Ali Assobuni).
Kita harus cepat mendengarkan suara Dia yang selalu mengajak ke arah kebajikan, Ia sangat dekat dengan Allah, Ia sangat patuh, Ia penuh iman, Ia berbicara menurut kata Allah (ilham), dan kedudukannya sangat tinggi di atas syetan dan jin sehingga mereka tidak bisa menembus untuk menggodanya (QS 37:8). Anda bisa merasakannya sekarang ... tatkala anda berbohong, Ia berkata lirih ... kenapa kamu berbohong ... Ia tidak tidur tatkala kita tidur ... Ia melihat tatkala kita bermimpi dikejar anjing ... Ia melihat ketika jin menggoda dan syetan menyesatkan, namun hati tidak kuasa mengikuti kata bashirah yang oleh Allah digelari "RUH-KU". Maka beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan celakalah orang yang mengotorinya (QS 91:9-10)
Kita kembali kepada persoalan hati ,

Mari kita perbaiki hati kita dengan cara mendatangi Allah, kita serahkan persoalan ini ... kerumitan hati yang selalu ragu-ragu ... ketidakmampuan menahan syahwat yang bergolak keras ...
Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak nafsu sudah menguasai hatinya, Ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya tatkala Julaiha datang menghampiri untuk mengajaknya berbuat mesum ... Ia cepat berpaling dan menghampiri Allah dan mengadukan keadaan syahwatnya yang terus menerus mengajak kepada keburukan. Kemudian Allah mendatangkan rahmat-Nya dan memalingkan hatinya, mengangkat kekejian di dalam hatinya, dan akhirnya Nabi Yusuf terbebas dari perbuatan yang dilaknat Allah Swt.
Allah sendiri yang akan memalingkan hati dari perbuatan keji dan mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahi tatkala mengangkat kotoran hati dengan cara menggantikannya dengan perbuatan baik dan ikhlas.
Allah berfirman :
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (ikhlash)" (QS 12:24)
Mungkin kita masih ragu-ragu ... apa mungkin kita bisa mendapatkan burhan dan bimbingan Allah dalam menghindari perbuatan keji dan mungkar? Mari kita hindari prasangka yang buruk terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya Allah-lah yang mampu memberikan hidayah dan bimbingan serta mencabut persoalan yang kita hadapi.
Pada bab penyucian jiwa, telah saya sampaikan praktek berkomunikasi kepada Allah. Saya berharap anda telah melakukannya dengan penuh hudhu' dan ikhlas, sehingga anda juga akan dibukakan rahmat dan hidayah-Nya. Amin....
Mari kita kembali mecoba berkomunikasi kepada Allah seperti tercantum dalam bab sebelumnya.
Ketika Allah membuka Hidayah ke dalam "Hati". Hilangkan rasa takut tersesat didalam menempuh jalan ruhani ... bekal kita adalah tauhid, lambungkan jiwa melayang menuju Allah ... dekatkan dan berbisiklah dengan kemurnian hati ... jangan menghadap dengan konsentrasi pikiran, sebab anda akan mengalami pusing dan tegang. Usahakanlah tubuh anda rileks dan pasrah ... biarkan hati bergerak menyebut Asma-Nya yang Maha Agung ... Ajaklah perasaan dan fikiran untuk hadir bersujud dihadapan-Nya.
Jangan hiraukan kebisingan di luar ... usahakan hati tetap teguh menyebut nama Allah berulang-ulang ... sampai datang ketenangan dan hening serta rasa dingin didalam kalbu ... kalau anda mengalami pusing dan penat ... berarti cara berdzikirnya menggunakan kosentrasi didalam fikiran, maka ulangi dengan cara berkomunikasi didalam jiwa / hati ...
Mohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan dimudahkan menempuh jalan menuju makrifat
Biasanya ... kalau kita mendapatkan ketenangan dan kekhusyu'an didalam berkomunikasi dengan Allah ... mula-mula hati menjadi sangat terang ... mudah sekali menangis terharu tatkala kita menyebut Asma-Nya ... kita tidak kuasa membendung air mata ketika shalat ... membaca Al Qur'an dan melihat keagungan Allah yang lain ... hati sering bergetar manakala kita berhadapan dengan-Nya ... badan turut berguncang dan berat dirasa seakan ada yang mendorong untuk bersujud dan menangis ... keihsanan dan tauhid kepada Allah bertambah kuat. Keyakinan bertambah lekat, serta perubahan demi perubahan didalam kalbu semakin terlihat. Perilaku kita akan dibimbing ... perilaku hati yang semula kaku dan cenderung kasar berubah dengan sendirinya ..menjadi lembut ... Yang semula shalat fikiran turut melayang-layang berubah dengan kekhusyu'an dan terasa nikmatnya ... dan seterusnya ...
HAL INI TIDAK AKAN PERNAH TERJADI, APABILA KITA HANYA MENJADIKAN ARTIKEL INI SEBAGAI REFERENSI ILMU YANG HANYA UNTUK DIPERDEBATKAN, LALU DISIMPAN DALAM ALMARI ...
Untuk lebih jelasnya mari kita lanjutkan perjalanan kita ini dengan mengikuti bagaimana Allah mengajarkan manusia, binatang, para Nabi dan Rasul. Selanjutnya anda akan saya ajak berguru kepada Yang Maha Mursyid ... Maha Mengetahui, Maha Guru dari segala guru, Yang Maha Sakti. Dialah yang mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. Dia mengajarkan binatang lebah untuk membuat sarangnya. Dan ... kepada Dia-lah segala makhluk bergantung ... Dialah Sang Guru Sejati ... Gurunya para Guru ... Gurunya para Nabi dan Rasul … Gurunya para
Wali dan Gurunya KITA yang bertaqwa !!!

Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)

Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan, yang terbebas dari gangguan, agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga. Atau
lakukanlah dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan tertidur …
Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap permulaan praktek latihan, tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan pengendoran badan dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda memerlukannya. Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia yang tidak pernah tidur - tidak mati - abadi, ...selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah…
Sekarang anda memasuki tahapan yang menyebabkan Aku merasa sebagai makhluk mental. Kalau anda memejamkan mata anda akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya … disitu ada aku yang memperhatikan sensasi badan, seperti misalnya : lapar, haus, sakit, sensasi yang menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan ternyata bukan aku sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah sensasi peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya diluar atau diatas semua alat-alat tadi!! Maka dari itu anda harus melepaskan diri anda dari yang bukan hakiki, agar tidak diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda … keluarlah anda seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan & jangan anda memikirkan semuanya itu. Karena peralatan anda mempunyai batin naluri yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat anda tidur … Aku anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataanya instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya sendiri.
Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat yang Maha Mutlak ...hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku dialam `Azali...Panggillah …penuh santun ya Allah … ya Allah … tundukkan jiwa anda dengan hormat … dan datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil ya Allah …ya Allah … timbulkan rasa cinta yang dalam …hadirlah terus dalam dzikir … biarkan sensasi pikiran dan perasaan melayang-layang …Sadarkan dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua … Aku adalah yang menyaksikan semuanya … bersaksilah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat … sampaikan do'a salawat untuk Rasulullah .dan keluarganya. Teruskan Aku melayang menembus semua alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga …
jangan perdulikan kebisingan diluar diri kita .. teruskan jangan berhenti sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan sendirinya bukan dari rekayasa pikiran … menjadi laa ilaaha illallah atau subhanallah ... Kalau sudah mencapai keadaan seperti ini …dzikir anda ... akan terbawa saat anda bekerja … menyetir mobil dan mengangkat takbir, saat shalat ataupun wudhu' …
Suasana dzikir terus membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang luar biasa, dzikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan ihsan. Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa menyelimuti hati … pikiran … dan badan anda, frekwensi getaran makin lama makin terasa … dan semakin kuat rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif … mudah menangis … dan kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Alqu'an dan shalat walaupun anda tidak mengerti artinya.

SENSASI YANG BIASANYA MUNCUL SAAT BERDZIKIR
Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru … merinding …. Badan terasa agak berat dan bergoncang …. seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan …semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang ditimbulkannya … biarkan getaran itu mengalir …dengan getaran itulah anda tidak lagi
terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang … Adanya getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah … biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul ….Kadang anda akan dituntun shalat ..dituntun berdzikir … dituntun bersujud. Biarkan jangan ditolak atau dilawan ... pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan mengalami rasa penat,
capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi .. tubuh rasanya menjadi segar dan tidak lemas ... bahkan terasa lebih rileks dan nyaman.
Semakin anda tekun berkomunikasi kepada Allah semakin halus getaran yang muncul. anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan. Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai yang sangat lembut. Hati terus menerus berdzikir bukan dari keinginan nafsu… dzikir itu muncul dari rasa Aku yang dalam… tiada
bisa dibendung ….rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang sangat kuat. kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah tidak lagi liar seperti semula Nafsu menjadi teredam dan istirahat …yang ada tinggal rasa atau getaran iman yang dalam dan muncul tiada bisa dicegah…

PENEGASAN PATRAP PERTAMA
Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang. Sebagai catatan: sebaiknya dalam melakukan patrap hendaknya anda membersihkan dari hadast besar dan kecil. Kemudian shalat sunnah dua rakaat.
Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat menghadap kiblat …
Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah ...
Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah ...
Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga ...
Mohonlah bimbingan kepada-Nya …
Ya Allah Ampuni kami ….
Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami didalam menuju makrifat kepada Engkau
Ya Allah lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk
Bismillahirrahmanirrahiem……
Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad
Ya … Allah … Ya Allah …Ya Allah …Ya Allah …..
Ya Allah … Ya Allah …Ya Allah ...
(tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz yang diucapkan ….)
Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah sampai anda mendapatkan sambutan ….
Apabila anda serius biasanya lebih cepat. Lakukanlah patrap ini setiap hari … walaupun hanya sepuluh menit…Atau bisa
dilakukan sambil berjalan, diatas kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring …
Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo'a
Mudah-mudahan anda mendapatkan bimbingan dari Allah Swt…. amin

Memasuki Kesadaran Diri (Aku)

Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya "Aku". Dan saya tidak akan lagi bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan shalat yang sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai dalam hal hukum-hukum berdzikir.
Manusia merupakan makhluq yang sempurna … sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi maupun terendah. Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat mineral, badan dan darahnya benar-benar
mengandung bahan mineral. Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip dengan yang dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai seperangkat sifat mental yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh binatang yang bersifat rendah. Selain itu masih ada sifat lebih tinggi yang dimiliki oleh sebagian orang yang
lebih maju kerohaniannya, meskipun masih terdapat daya kemauan yaitu daya sang "Aku", yang merupakan daya yang diterima (ditiupkan) dari Yang Maha Mutlak.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia ("Aku") dapat menguasai atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat dan instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari amar-amar-Ku … Aku adalah ruh yang ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan komposisi kosmos yang sempurna setelah diberi bentuk. (QS 15:28-29) … sang aku bersifat abadi - tidak bisa mati -tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan, kebijaksanaan dan kenyataan. Tetapi seperti halnya seorang bayi yang kemudian menjadi dewasa, batin manusia tidak menyadari sifat potensial yang tertidur dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila diri sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut Aku dan mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku inilah yang akan kembali kehadirat asalnya yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan kepada-Nya-lah Aku kembali….
Orang primitif dan orang beradab jarang menyadari "Aku" nya, rasa keakuan mereka hanya merupakan kesadaran mengenai nafsu badani pemenuhan keinginan, pemuasan kesenangan, memperoleh kenyamanan bagi dirinya. Bagian bawah dari batin naluri merupakan tempat rasa keakuan orang-orang primitif. Bila seorang primitif mengatakan "Aku", maka yang dimaksud adalah badannya. Badan
ini mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran semacam itu terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka menggunakan daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya, padahal mereka sebenarnya hidup dalam tingkat batin naluri. Tentu, setelah orang menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus, sedangkan orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah, pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu badannya.

Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia mempunyai konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke tingkat batin mental - ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya
bila sedang terbenam dalam pemikiran secara serius.
Setelah kesadaran orang meningkat - yaitu kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian - ia menyadari bahwa "Aku" yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa dibulan ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri,
kembali kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati atau "Aku").
Kesadaran `Aku" ini merupakan langkah pertama pada jalan menuju keadaan yang disebut sebagai `penerang", merupakan realisasi hubungan dengan Yang Maha Agung.
Latihan ini harus dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh penerangan jiwa.

Jumat, 03 September 2010

Rumus Cara Menghitung Zakat Maal/Harta, Fitrah & Profesi Serta Nisab Dalam Agama Islam

Seorang muslim yang mampu dalam ekonomi wajib membayar sebagian harta yang dimiliki kepada orang-orang yang berhak menerimanya baik melalui panitia zakat maupun didistribusikan secara langsung / sendiri. Hukum zakat adalah wajib bila mampu secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar zakat atau yang disebut nisab.

Situs web organisasi.org ini akan memberikan rumus dan contoh untuk pembayaran zakat fitrah untuk membersihkan diri, zakat mal atau zakat harta kekayaan dan zakat profesi dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dilakoni.

A. Rumus Perhitungan Zakat Fitrah

Zakat Fitrah Perorang = 3,5 x harga beras di pasaran perliter

Contoh : Harga beras layak konsumsi di pasar rata-rata harganya Rp. 10.000,- maka zakat fitra yang harus dibayar setiap orang mampu adalah sebesar Rp. 35.000,-

B. Rumus Perhitungan Zakat Profesi / Pekerjaan

Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total - Pembayaran Hutang atau Cicilan)

Menghitung Nisab Zakat Profesi = 520 x harga beras pasaran perkg

Contoh Perhitungan Dalam Zakat Profesi :

Jika Bang Jarwo punya gaji 2 juta perbulan dan penghasilan tambahan dari kios jualan pulsa dan perdana sebesar 8 juta perbulan maka total penghasilan Bang Jarwo sebesar 10 juta tiap bulan. Bang Jarwo membayar cicilan kredit apartemen tidak bersubsidi pemerintah sebesar 5 juta perbulan.

Harga beras sekilo yang layak konsumsi yaitu sekitar Rp. 8.000,- per kilogram, sehingga nisab zakatnya adalah Rp. 4.160.000,-. Karena Bang Jarwo penghasilan bersihnya 5 juta dan ada di atas nisab, maka Bang Jarwo harus bayar zakat profesi sebesar Rp. 5 juta x 2,5% = Rp. 125.000,- di bulan itu. Untuk bulan selanjutnya dihitung kembalu sesuai situasi dan kondisi yang ada.

C. Menghitung Zakat Maal / Harta Kekayaan

Zakat Maal = 2,5% x Jumlah Harta Yang Tersimpan Selama 1 Tahun (tabungan dan investasi)

Menghitung Nisab Zakat Mal = 85 x harga emas pasaran per gram

Contoh Perhitungan Dalam Zakat Maal Harta:

Nyonya Upit Marupit punya tabungan di Bank Napi 100 juta rupiah, deposito sebesar 200 juta rupiah, rumah rumah kedua senilai 500 juta rupiah dan emas perak senilai 200 juta. Total harta yakni 1 milyar rupiah.

Jika harga 1 gram emas sebesar Rp. 250.000,- maka batas nisab zakat maal adalah Rp. 21.250.000,-. Karena harta Nyonya Upit Marupit lebih dari limit nisab, maka ia harus membayar zakat mall sebesar Rp. 1 milyar x 2,5% = 25 juta rupiah per tahun.

----

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menimbun harta. Oleh karena itu hiduplah sederhana dan gunakan harta untuk diputar kembali dalam perekonomian secara halal. Jangan lupa perbanyak sedekah.

Kamis, 02 September 2010

Berguru Kepada Allah

Kalimat "berguru kepada Allah" terasa asing di telinga kebanyakan orang. namun saya terdorong untuk menggunakannya sebagai topik bahasan yang ingin saya paparkan. Saya melihat dari sisi yang lain dari setiap pengajaran suatu ilmu yang disampaikan oleh para guru maupun para pakar. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan ilmu dari membaca buku yang tersusun dari huruf-huruf maupun membaca dari setiap kejadian-kejadian unik dari fenomena alam semesta ini. Apabila kita perhatikan surat Al 'Alaq ayat 1-5, Allah menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata "membaca" :

"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah , Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS 96:1-5)

Ayat di atas jelas sekali bagaimana Allah mengajarkan membaca dengan melihat suatu kejadian penciptaan "manusia" mulai dari bentuk mudhgah (segumpal darah) hingga menjadi bentuk manusia yang sempurna. Kalau kita runtun serangkaian kejadian tersebut dengan teliti dan kita bisa ceritakan kembali kepada orang lain maka secara tidak sadar kita telah mengajarkan sebuah "ilmu". Dan kalau kita khususkan lebih dalam penelitian kita atas peristiwa kelahiran manusia mungkin kita akan lebih banyak mengetahui seperti halnya kejadian yang akan kita perhatikan. Ovum atau sel reproduksi wanita yang telah dewasa itu ditempatkan dalam jaringan yang berbentuk bisul di permukaan indung telur. Pada saatnya yang tepat, terbukalah pintu, dan ovum itu bergerak maju kebagian ruang peranakan. Sangat mengherankan, sel tersebut tidak musnah di sini, tetapi diarahkan ke ujung saluran indung telur, yaitu satu pipa saluran menuju kandungan.

Ovum atau sel reproduksi wanita didorong kedalam kandungan melalui saluran indung telur dengan sejumlah besar jari-jari halus yang menyapu sel itu dan menggerakkannya. Sementara sel tersebut melewati saluran indung telur, maka sekarang ia dapat bertemu dengan sperma apabila hubungan kelamin diadakan pada saat itu. Apabila tidak ada sperma laki-laki yang menyerang, ovum itu kemudian bergerak ke dalam kandungan, pada akhirnya musnah di sana. Namun jikalau kedua sel itu bersatu, maka "hidup baru pun mulailah", sel baru ini akan bergerak secara perlahan untuk meneruskan perjalanannya dalam saluran indung telur, hingga sampai di kandungan. Di sanalah ia bermukim selama sembilan bulan. Kemudian sel itu berkembang menjadi bayi yang sempurna. Subhanallah .. ternyata kita bukan apa-apa, dan kita hanya menyaksikan sebuah peristiwa berlangsung. Kita hanya sebagai saksi atas 'pekerjaan' Allah yang logis dan mudah dicerna oleh siapa saja yang mau berpikir. Dengan cara demikian Allah berkomunikasi memberikan ajarannya melalui perantara "kalam" sehingga manusia menjadi tahu dan berilmu. Dari setiap system yang berlaku dalam penciptaan tersebut Allah sekaligus mengilhamkan sebuah "pengertian" atau kefahaman bagi si pembaca.

Mari kita pertegas lagi dengan surat Al Mu'minuun ayat 12-14 :

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang. Lalu tulang-belulang itu Kami bugkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik" (QS 23:12-14)

Banyak orang mengajarkan ilmu kepada muridnya namun ia tidak mampu memberikan kefahaman, ... banyak guru mengajarkan ilmu agama namun ia tidak bisa memberikan secuil iman, dan banyak guru mengajarkan shalat dan rukunnya namun ia tidak bisa memberikan kekhusyu'an. Dan banyak majelis pembersihan jiwa namun ia tidak bisa membersihkan jiwanya (QS 24:21)

Ada peristiwa menarik yang perlu kita simak dari sekitar lingkungan kita sehari-sehari ...Saya mengajak pembaca untuk memperhatikan perilaku binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terkadang terlupakan bagi kita untuk mengambil pelajaran.

Ada yang ingin saya ungkapkan sebuah rahasia Allah, saat kita bertutur mengenai perilaku binatang dan tumbuh-tumbuhan, bagaimana lebah menciptakan sarangnya dengan arsitektur yang indah, para semut yang bekerja dengan tekun dan kompak serta mengelompokkan dalam pekerjaan dengan menajemen yang sangat rapih. Dan kita perhatikan seperti apakah sarang semut itu? Mereka membuat sarang terdiri dari ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai gudang tempat menyimpan makanan, ruang untuk menyimpan larva, ruang makan ratu semut yang dilayani semut pekerja dan tempat bertelur, kemudian telur semut tersebut dibawa oleh pekerja ke ruangan khusus penyimpanan telur. Ruang semut jantan dan ruang semut betina terpisah. kepompong yang sudah menjadi semut sempurna diletakkan pada ruangan tersendiri dan para semut ada yang bertugas merobek kepompong untuk mengeluarkan semut-semut yang masih bayi. Kita lihat di ruangan yang lain, semut-semut ini memelihara kepompong kupu-kupu hairstreak. Mereka merawatnya dan memberinya makanan layaknya bayinya sendiri. Mereka mengharapkan kelak anak angkatnya ini mampu membalas jasa baiknya dengan memberi madu yang manis.

Mari kita tinggalkan rumah semut yang damai dan sejahtera, menuju istana rayap yang penuh keajaiban. Sebuah gundukan tanah sarang rayap, yang kelihatannya sepele ternyata ada sebuah kecerdasan yang mengalir pada diri para penghuninya... bagaimana tidak, saat suhu udara di luar bergerak antara 35 derajat (pada malam hari) hingga 104 derajat fahrenheit (pada siang hari), suhu di dalam sarang tetap stabil. Kira-kira hanya 87 derajat fahrenheit kehebatan ini yang membuat arsitek di Zimbabwe berguru pada rayap. Mereka ingin membuat rumah yang dingin seperti rumah rayap. Ternyata ada sebuah lobang angin di bawah gundukan ... udara yang hangat di siang hari mengalir keseluruh ruang. Sementara ruang-ruang itu telah basah oleh lumpur yang dibawa rayap dari genangan dibawah tanah, makanya di dalam sarang udara tetap lembab. Jadi tak heran jika jamur yang dibutuhkan rayap sebagai makanan tumbuh subur di sini.

Belajar dari melihat dan memperhatikan apa yang dilakukan rayap, para arsitek Pearce Partnership di Harare, Zimbabwe, menerapkan ide yang sama untuk membangun sebuah kompleks perkantoran dan real estate. Maka berdirilah bangunan Eastgate. Banguan tersebut sebenarnya terdiri dari dua bangunan. Dibagian atapnya dihubungkan oleh semacam jembatan miring berbahan kaca, sehingga angin menjadi bebas masuk pada malam hari. Kipas-kipas yang dipasang disetiap ruangan mengalirkan udara dingin dari luar atrium. Udara masuk rongga di lantai dasar. Persis seperti lubang rayap, dibagian dasar ini, udara segar mengalir kesetiap ruang perkantoran melalui ventilasi lantai. Udara panas disiang hari akan keluar gedung melalui cerobong diatas atap.

Kita perhatikan makhluk yang tidak memliki akal dan tiada mampu berfikir, makhluk yang tiada daya namun siapa yang membekali ia kemampuan bersiasat, berpengertian ? Memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa. Bagaimana mereka mendapatkan kecerdasan dan berpengertian tersebut. Apakah mereka bisa dengan sendirinya.

Allah-lah yang bertutur kata kepada semua makhluknya. Allah yang memberikan wahyu kepada para Nabi, kepada ibu Musa, kepada lebah, kepada semut, kepada langit dan bumi, kepada manusia, kepada pencuri sekalipun !!!

Semua makhluk telah mengikuti kehendak Ilahi dan perintah Ilahi dengan terpaksa ataupun suka cita. Allah membuat hukum yang harus diikuti semua makhluk, hal ini bisa kita rasakan dalam renungan yang hening … kita perhatikan keluar masuknya nafas … kedipan mata dan degup jantung yang bergerak mengalirkan darah sambil mengirimkan nutrisi menggantikan sel-sel yang hilang … indahnya penglihatan memandang alam ... suara debur ombak menggema menembus telinga ….dan lidah merasakan lezatnya buah-buahan dan biji-bijian. Oh .. alangkah indahnya semuanya ini, manusia hanya bisa merasakan dan menyaksikan. Tidak sedikitpun kita ikut andil dalam membuat rasa semua ini !!!

Rasakan dengan penuh hikmah bahwa kita sebenarnya hanya diam terpaku dalam kesibukan Allah (Af'alullah), Allah yang menggerakkan bumi dan bintang-bintang … Allah yang mengatur senyawa-senyawa bereaksi ….dan butiran-butiran atom bergerak pada porosnya.

"dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidak mengetahui apa-apa, kemudian Allah memberi kepada kamu pendengaran dan penglihatan serta pikiran (perasaan), supaya kamu bersyukur" (QS 16:78)

Firman Allah :

"Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan pada bumi; silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa .jawab mereka : kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)

Mari kita perhatikan Al Qur'an dalam surat Fushilat ayat 12 :

"Maka Allah menjadikannya tujuh langit dalam dua hari dan "mewahyukan" perintah-Nya pada tiap-tiap langit itu, dan Kami hiasi langit dunia dan pelita-pelita dan Kami memeliharanya, Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui"
(QS 41:12)

Allah mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. Allah-lah yang menuntun manusia, memberikan inspirasi, ilham dan wahyu. Tubuhnya patuh mengikuti perintah Tuhannya tidak terkecuali orang kafir. Sunnah-sunnah Allah berlaku kepada alam semesta baik yang mikro maupun yang makro. Syaikh imam An Nafiri berkata " Tuhanku bertutur kata kepadaku"… Demi keimanan bahwa sumber segala hakikat dan sumber segala pengilhaman ialah Allah Swt semata … Baiklah kita nukilkan apa yang tertera dalam kitab suci Al Qur'an setiap yang disebut wahyu itu adalah wahyu tasyri' atau wahyu syariat, tetapi ada wahyu ilham. dimana Allah memberikan perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada makhluknya, Firman Allah Swt:

Dan Tuhanmu " mewahyukan" kepada lebah (QS 16:18)

Dan Kami " wahyukan " kepada ibu Musa (QS 28:7)

Dan Ia "mewahyukan" kepada tiap-tiap langit itu urusan masing-masing (QS 41:12)

Kata "wahyu" yang tertera dalam ayat-ayat diatas, secara tegas bahwa Allah tidak menutup-nutupi kepada pembaca, bukan siapa-siapa yang membisikkan dan menggerakkan tubuh manusia yang oleh pakar biasa disebut alam kecil atau gambaran mini tentang alam semesta. Dialah Allah yang bersembunyi dibalik kasat mata manusia yang buta hatinya. Ia yang menggerakkan bumi, langit,
bintang-bintang, matahari ... dan mengajarkan lebah berdemokrasi dalam memilih pimpinan dan perundang-undangan pemilihan. Ia menuntun lebah-lebah ini untuk membuat konstruksi bangunan rumahnya yang indah. Masing-masing dibekali wahyu dari Tuhan untuk melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Mereka seperti rasul-rasul sang utusan, mereka begitu mematuhi perintah-Nya
tanpa membantah, sehingga jalan mereka tidak berbenturan dengan fitrah Allah Yang Maha Suci.

Berpegang pada hasil kontemplasi pada alam semesta yang berada di sekililling kita, baik yang jauh seperti galaksi atau bimasakti, bintang, matahari, bulan, maupun yang dekat seperti bumi, gunung, lautan, angin, hujan dan sungai, semua makhluk yang dikatakan tak bernyawa, dan makhluk-makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia, kita telah berhasil memberikan penafsiran dan pengertian yang menunjukkan adanya kecocokan antara ayat-ayat Allah di dalam kitab suci Al Qur'an dengan ayat-ayat Allah di alam semesta. Dengan perkembangannya dan sempurnanya sains kita akan mempunyai informasi yang lebih banyak tentang ayat-ayat Al Qur'an, yang sekarang belum kita fahami, dan lebih mendalam lagi ayat-ayat Al Qur'an yang kini telah dapat kita fahami sedalam apa yang dapat disajikan sains pada saat ini.

Keadaan ini dapat kita capai karena kita mengikuti perintah Allah untuk berintizhar pada alam semesta, agar kita dapat melihat ayat-ayat Allah, tanda kebesaran Allah, tanda-tanda kekuasaan-Nya serta wahyu-Nya. Ayat-ayat Allah ini boleh dibaca oleh siapa saja dan mereka akan medapatkan hikmahnya dan manfaat dari hasil membaca ayat-ayat tersebut. Maka jangan salahkan orang kafir
kalau mereka bersungguh-sungguh meneliti dan mendata apa yang mereka baca dari kejadian alam lalu mendapatkan ganjaran atas manfaat membaca ayat kauniah. Dan sebaliknya Allah akan membiarkan ummat Islam terkapar, jika memang ia tidak mau menjalankan syariat secara kauniah yang merupakan ketetapan dan sunnah-sunnah-Nya.

Nyata pula bahwa melalui jalan intizhar pada isi bumi, baik yang hidup maupun yang mati serta atom dan molekul, Allah mengungkapkan hukum-hukum alam-Nya, dan mengizinkan kita untuk menganalisis kembali bagaimana bumi tercipta dan berkembang, dan makhluk hidup diciptakan serta dievolusikan Allah dalam rangka penyempurnaannya hingga tercipta manusia. Sekalipun ia tersusun dari zat-zat kimiawi yang berkelakuan sesuai ketetapan sunnatullah, manusia bukan sekedar onggokan bahan kimia atau struktur kimiawi yang mengikuti hukum-hukum alam hingga merupakan mekanisme yang memperlihatkan gejala hidup, bermetabolisme, tumbuh, berkembang biak dan sebagainya.

Dalam diri manusia terdapat suatu kesadaran, sesuatu yang tak dapat dikembalikan pada proses kimiawi atau fisis yang kita ketahui. Kita lihat dalam surat Al Hijr ayat 28-29 :

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang berstruktur, maka apabila Aku telah meniupkan kepadanya roh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS 15:28-29).

Jadi manusia diberi roh oleh Allah, diberi kesadaran serta kemampuan abstraksi dan berkomunikasi secara lisan maupun simbolik, kemampuan analisis dan sintesis, berakal dan berpikiran. Kesemuanya itu merupakan intrumen yang disediakan dalam rangka untuk menjalankan tugas kekhalifahan. Pada bab-bab sebelumnya sudah saya singgung mengenai Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia. Dia yang mengajarkan jiwa manusia melalui kalam baik tentang jalan kebajikan maupun jalan kejahatan. Dimana kejahatan dan kebajikan hampir tidak bisa dibedakan dalam penggunaannya. Ilmu yang yang digunakan oleh koruptor dalam mencuri uang perusahaan misalnya, ia menggunakan ilmu yang sama dengan ilmu yang digunakan oleh orang yang beriman yaitu "ilmu akuntansi". Jadi jelas bahwa Allah telah menurunkan ilmu kepada manusia melalui jiwanya, namun manusialah yang akan menentukan ilmu itu akan diarahkan kemana ia mau. Apakah jalan kebajikan ataupun jalan kejahatan. Maka beruntunglah bagi manusia yang membersihkan jiwanya sebab ia akan diberikan kemudahan oleh Allah untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Dan sebaliknya sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya sebab ia akan mendapatkan jalan kemudahan untuk berbuat kejahatan.

Dari semua uraian di atas mengenai bagaimana Allah mengajarkan manusia melalui kalam-Nya, mari kita merenungkan kembali dan melihat kebenaran dengan jujur, jangan kita membuat apologi untuk menghindar dari kebenaran yang nyata atas perbuatan Allah. Terkadang kita banyak terjebak oleh istilah yang membingungkan dan menjauhkan kita dari kegiatan Allah yang langsung kita bisa
rasakan. Kebingungan kita bertambah tatkala ilmuwan-ilmuwan atheis mengatakan bahwa semua kejadian alam ini bisa bergerak dengan sendirinya atau biasa disebut "natural", insting atau gharizah Namun Al Qur'an secara tegas membantah pendapat kaum atheis itu, bahwa Allah-lah yang mengatur semuanya ini, Allah-lah yang berbicara dan memerintahkan langit, bumi, atom-atom, kepada binatang serta tumbuh-tumbuhan, kemudian Allah berbicara kepada roh manusia melalui ilham dan wahyu. Lantas mengapa kita takut mengatakan "saya berguru kepada Allah" dalam segala hal, karena Dialah Yang Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang nyata maupun yang ghaib.

Banyak orang meragukan bagaimana kalau kita "tersesat" dan ternyata syetan yang menjadi guru kita? Saya akan kutib perkataan Syaikh Ar Rifa'i, dalam kitab Jalan Ruhani oleh Syaikh Sa'id Hawwa halaman 73 :

"Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi adalah satu". Ini perlu kami utarakan disini, sebab beberapa ulama yang kurang faham selalu menghujat setiap orang dengan perkataan: "Orang yang tidak memiliki syaikh, maka syaikh-nya adalah syetan. ungkapan ini dilontarkan oleh seorang sufi yang berpropaganda untuk syaikh-nya yang alim atau dilontarkan oleh sufi yang keliru,
yang tidak tahu bagaimana seharusnya ia mendudukkan tasawuf pada tempat yang sebenarnya. Sebenarnya orang yang tidak memiliki syaikh adalah orang bodoh yang tidak pernah belajar, menolak dan lari dari pendidikan. Manusia macam inilah yang bersyaikh pada syetan !!! Sedangkan yang berjalan atas dasar ilmu pengetahuan , itu berarti imam dan syaikhnya adalah ilmu dan syariat".

Syaikh Abdul Qadir Jaelani mengisahkan perjalanan keruhaniannya yang ditulis dalam kitab "Rahasia Kekasih Allah", saat dimana ia bertawajjuh dalam tafakkur dengan khusyu', saat ia meluruskan jiwanya melayang menuju yang maha ghaib, saat ia melampiaskan rohnya yang penat terkungkung oleh sibuknya dunia, ia tinggalkan seluruh ikatan syahwati yang sering mengajak kejalan kefasikan. Ketika roh sang Syaikh mulai ekstase dalam puncak keheningan dan kecintaan yang mendalam kepada Sang Maha Kuasa, baru selangkah rohnya meluncur lepas untuk memasuki kefanaan, tiba-tiba muncul cahaya yang terang-benderang meliputi ruangan alam ruhani Syaikh. Dan kepada sang Syaikh diwangsitkan sebuah amanah yang membebaskan darinya dari ikatan "syari'at Allah" dengan memberikan alasan bahwa sang Syaikh sudah mencapai kedekatan kepada Allah. Perjalanannya sudah sampai (wushul) dan tidak perlu lagi shalat, haji, zakat dan dihalal semua yang pernah Allah haramkan. Namun sang Syaikh ini rupanya telah memiliki ilmu ma'rifat kepada Allah dengan landasan Al Qur'an dan Alhadist, dimana ia diselamatkan oleh pengetahuan tentang Allah, bahwa Allah tidak sama dengan makhluq-Nya, tidak berupa suara, tidak satupun yang bisa membandingkan-Nya. Dia Maha Ghaib dan Maha Latif. Pengetahuan yang cukup, yang dimiliki sang Syaikh mengalahkan wangsit yang keliru tadi, dengan tuntunan syari'at yang ditentukan oleh Allah sendiri. Ia selamat dari jebakan syetan yang terkutuk. Allah-lah sebagai penuntun menuju hadirat-Nya. Dialah sang Mursyid sejati, tidak satupun manusia yang mampu menghantar roh manusia lain menuju ke hadirat Allah `azza wajalla.

KIta perhatikan para nabi seperti nabi Ibrahim, beliau mengetahui dengan jelas siapa yang menggoda ketika beliau mendapatkan perintah untuk mengorbankan putranya Ismail untuk disembelih. Namun nabi Ibrahim memiliki jiwa yang bersih dan berada pada wilayah keruhanian yang tinggi. Sehingga beliau mengetahui siapa sebenarnya yang menggodanya. Sebab kedudukan dimensi syetan masih berada jauh di bawah kedudukan orang mukmin yang mukhlisin (berserah diri kepada Allah). Hal ini juga pernah dialami oleh nabi Yusuf saat gejolak syahwatnya menguasai jiwanya. namun saat itu pula nabi berserah diri dengan ikhlas kepada Allah, sehingga Allah menurunkan burhan di hatinya, yang pada akhirnya nabi Yusuf selamat dari perbuatan mesum dengan wanita cantik jelita yang menggodanya. Hal ini pernah dikeluhkan oleh syetan kepada Allah bahwa dirinya akan selalu menggoda setiap anak cucu Adam sampai hari kiamat. Namun ia tidak mampu menjerumuskan kedalam kesesatan bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah.

Banyak informasi mengenai Allah yang keliru, sehingga belajar keTuhanan terkesan sulit dan sangat membingungkan. Kita lihat banyak buku-buku mengenai theologi, ia berbicara eksistensi "Tuhan" namun kita tidak pernah diajak melihat secara sederhana. Atau kita banyak berbicara mengenai Allah, tentang kekuasaan-Nya, kehebatan-Nya, dan keMahaPengasihan-Nya, akan tetapi kita merasakan sedang membicarakan sosok yang jauh disana. Padahal kita sedang berada didekat-Nya, dan sangat dekat … Kesederhanaan firman-firman Allah dalam mengungkapkan keberadaan diri-Nya sering disalahtafsirkan. Sehingga bertambah jauhlah dia dari pengertian yang seharusnya. Kita banyak terhijab oleh pengetahuan yang menutup eksistensi Tuhan dalam hubungannya mengenai pengajaran dan bimbingan melalui "ilham". Kita sudah terlanjur terbelenggu oleh pengertian bahwa Allah tidak berkata-kata lagi kecuali hanya kepada nabi-nabi, para rasul dan para wali. Namun disisi lain mereka mengharapkan Allah memberikan jawaban-jawaban atas doa-doanya, bimbingannya, ismatnya dan taufiqnya. Dan mereka menolaknya kalau kita katakan bahwa kita akan belajar atau berguru kepada Allah masalah hidup, masalah khusyu' masalah penyelesaian rumah tangga, atau menanyakan informasi hal-hal yang akan kita lakukan nanti. Kita telah melupakan bahwa ayat-ayat Al Qur'an banyak menyiratkan makna yang belum bisa kita lakukan. Ayat-ayat perintah atau amar seperti shalat, zakat, haji, sedekah, berjilbab, dan lain-lain, kita bisa lakukan dengan segera. Namun banyak ayat-ayat berupa penjelasan atau menceritakan keadaan (hal) orang-orang yang beriman. Dimana kita tidak akan mampu melakukannya kalau bukan karena hidayah atau tuntunan, yaitu berupa kekhusyu'an, menangis dalam shalat atau bergetar ketika dibacakan ayat-ayat Allah, merasa tenang dan tidak ada rasa khawatir. Sikap ruhiyah inilah yang kita tidak miliki !!!

Dan tidak mungkin kita bisa lakukan semudah mengangkat takbir atau membaca ayat Al Qur'an. Hidayah, bukan hak kita untuk memberikan kepada murid atau anak kita. Hidayah adalah hak Allah kepada hamba-hambaNya yang terpilih. Hidayah adalah pengalaman pribadi dan merupakan tuntunan dan tarikan ruhani. Kepada jiwa itulah cahaya Allah memberikan karunia kekusyu'an dan keimanan yang dalam. Pengalaman-pengalaman itu ditulis dalam Al Qur'an berupa keadaan yang mesti didapat secara rasa, bukan ditafsirkan. Pengalaman-pengalaman tersebut akan menjadi pemicu bagi yang merasakan sebagai penguat keimanan kepada Allah.

Rasulullah sendiri pernah mengalami kesulitan dalam memberikan wejangan kepada pamannya saat menjelang kematiannya. Dan pamannya tetap dalam keadaan kafir, sekaligus teguran kepada Rasulullah bahwa beliau ditugaskan hanya sebagai pembawa berita baik dan ancaman dari Tuhannya, bukan memberikan hidayah atau memberikan iman kepada manusia. Dengan demikian seharusnyalah kita mengharapkan dan memfokuskan diri dalam melatih jiwa kita untuk selalu hadir berguru kepada Allah, memohon hidayah dan tuntunan. Dengan hanya berserah diri kepada Allah-lah kita akan mendapatkan hidayah dan bimbingan, seperti para nabi, para wali, lebah, semut, bumi dan langit. Semuanya mendapatkan bimbingan dan petunjuk karena mereka adalah orang-orang dan makhluk yang berserah diri secara total kepada Allah Swt. Mari kita hilangkan rasa takut tersesat. Rasa takut yang tidak beralasan inilah yang justru menjebak kita untuk berhenti mendekati Allah. Syetan telah berhasil memanfaatkan alasan "tersesat" sehingga kita lupa bahwa kita telah dan sedang tersesat, tidak berdzikir kepada Allah.

Untuk lebih jelasnya kita harus mengetahui bagaimana Allah menurunkan wahyu dan ilham kepada manusia. Dan apakah sebenarnya ilham atau wahyu itu?. Penjelasan ini penting untuk bekal bagi para pejalan keruhanian. Karena belakangan ini banyak orang menawarkan bentuk kerohanian yang bukan datang dari Islam. Kesan ruhiah Islam telah hilang, karena informasi kerohanian Islam tidak mudah didapat disembarang tempat, apalagi didepan khalayak ramai. Kondisi inilah yang menyebabkan khasanah ilmu kerohanian didominasi oleh kerohanian yang tidak berasal dari ketauhidan murni. Untuk itu wajar sekali kalau banyak kalangan yang takut belajar kerohanian, sebab yang mereka dengar dari setiap pelaku kerohanian cenderung berbicara soal 'klenik', perdukunan, ramalan, serta fenomena keadaan alam-alam ghaib yang menyeramkan.



Perbuatan Manusia

Tinjauan filsafat yang lebih menonjol terhadap manusia adalah menyangkut kebebasan. Perbuatan manusia dilihat dari segi efektivitasnya. Pandangan terhadap hal ini mempunyai akar pada konsepsi tentang hakikat manusia dan daya-daya yang dimilikinya. Apabila manusia mempunyai hakikat dengan daya-daya yang efektif pada dirinya, ia dengan sendirinya adalah pelaku perbuatan-perbuatannya. Sebaliknya, apabila manusia dipandang tidak mempunyai daya-daya yang efektif pada dirinya, perbuatan-perbuatannya, pada dasarnya, tidak berasal dari dirinya sendiri. Perbuatan-perbuatan itu merupakan hasil determinasi kekuatan-kekuatan lain diluar dirinya. Manusia dalam hal ini tempat berlakunya kekuatan-kekuatan itu.

Menurut Al Ghazaly didalam Ma'arij al quds, perbuatan adalah bagian dari gerak. Apabila gerak dikaitkan dengan manusia, maka gerak tersebut dapat dibedakan atas gerak yang tidak disadari (at thabi'i) dan gerak yang disadari (al iradiyyat). Gerak yang tidak disadari, kita sudah maklumi bahwa tubuh manusia dikatakan miniatur alam semesta, dimana unsur-unsur alam bergerak dan berkembang mengikuti perintah dan peraturan- peraturan Allah semata.

Dalam tulisan ini, yang hendak dikemukakan adalah persoalan perbuatan yang disadari, karena perbuatan inilah yang terjadi secara jelas melalui proses tertentu di dalam jiwa dan berhubungan dengan pengungkapan diri. Perbuatan yang disadari, disebut juga dengan perbuatan bebas (ikhtiyaari), perbuatan semacam ini menurut Al Ghazaly terjadi setelah melalui tiga tahap peristiwa dalam diri manusia, yaitu pengetahuan, kemauan (al iradat) dan kemampuan (al qudrat). Yang lebih dekat diantara ketiga tahap itu dengan wujud perbuatan adalah al qudrat. Al qudrat adalah daya penggerak dari jiwa sensitive yaitu makna yang tersimpan dalam otot-otot. Ia adalah momen terakhir yang secara langsung berhubungann dengan wujud perbuatan. Fungsi al qudrat pada dasarnya ialah menggerakkan tubuh. Bentuk gerakan tubuh ditentukan oleh kemauan atau iradat. Berdasarkan salah satu kecenderungan yang inheren didalamnya : positif atau negatif. Positif sebagai reaksi terhadap yang menguntungkan dan negatif sebagai reaksi terhadap hal yang merugikan. Dengan pengertian ini, semestinya pada al iradat terdapat kegiatan memilih. Al iradat (kemauan) mempunyai intensitas kepada proses sesudahnya al qudrat. Artinya ia bersifat aktif terhadap al qudrat, sehingga yang disebut terakhir ini menjadi aktual, tidak sekedar potensi. Al iradat tidak mempunyai intesitas kepada proses sebelumnya, yaitu pengetahuan, sebagaimana al qudrat tidak mempunyai intensitas kepada iradat. Al qudrat hanya mempunyai intensitas kepada wujud perbuatan. Berbeda dengan al qudrat, al iradat mempunyai "kekuasaan" yang lebih besar karena ia tidak menerima perintah dari daya sebelumnya, ia mempunyai inisiatif memilih, al iradat menentukan pilihannya berdasarkan pengetahuan.

Daya "mengetahui" mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada al iradat , tetapi ia mempunyai hubungan yang jauh dan terlibat secara langsung dengan perbuatan adalah al iradat dan al qudrat. Sepintas lalu proses terwujudnya perbuatan ini memperlihatkan efektivitas manusia, melalui iradat manusia mempunyai kebebasan dan melalui al qudrat manusia mempunyai kemampuan pada dirinya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Disamping itu, Al Ghazaly menyatakan juga didalam buku-buku filsafatnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia terwujud dengan sebab "perbuatan Allah"

Namun demikian Al Ghazaly mendapat sorotan tajam dan dituduh sebagai biang kerok kejumudan pemikiran ummat. Hal ini disebabkan banyak kalangan yang kurang teliti melihat alur pemikiran Al Ghazali. Yang dimaksud adalah andil Allah dalam setiap perilaku manusia maupun makhluk dalam memberikan pengertian baik maupun buruk. Akan tetapi Allah sudah membekali dan memberikan kebebasan untuk memilih dua hal tersebut. Yang akan saya utarakan adalah persoalan awal sebelum kehendak dan kemampuan berbuat itu muncul. Misalnya seorang penulis, maupun pelukis, saat dimana ia melakukan perbuatan tersebut. Ia sebenarnya hanya diam menunggu inspirasi datang kemudian muncul kehendak lalu memerintahkan kemampuan atau iradat untuk melakukan gerakan.

Pengetahuan ini sering disebut dengan pengertian awwali atau ide besar yang belum berupa rangkaian huruf-huruf, bukan rumus-rumus suara, Dia ada meliputi segenap jiwa dan alam. Ialah perintah-perintah atau amar-amar Tuhan yang mengarahkan dan menggerakkan segala-sesuatu. Ialah ruh yang suci, yang tidak bisa digambarkan oleh fikiran, namun Ia hadir dengan perintahnya, tidak berupa suara dan suasana. Dia berkata-kata kepada para penulis novel, dia melukis bersama seniman, dia menuntun lebah merangkai sarangnya, dan semut-semut pun mengerti apa yang mesti dilakukan dalam hidupnya.

Pengertian-pengertian itu datang mengalir secara murni tanpa ada campur tangan makhluk apapun termasuk malaikat. Kita bisa rasakan sendiri hal ini bahwa datangnya perintah terhadap tubuh maupun alam secara alami berlaku pasrah maupun terpaksa. Kita perhatikan orang yang sedang tidur. Ia berbaring tanpa dikendalikan lagi oleh kemauan dan kekuasaan diri. Instrumen tubuh
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.bandingkan dengan perilaku alam yang lain seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, matahari, bumi dan planet-planet lainnya. Semua bergerak teratur menurut perintah Allah. (lihat Surat Al Fushilat ayat 11-12).

Yang membedakan antara manusia dan makhluk lain adalah adanya iradat dalam diri manusia sehingga ia bebas memilih untuk berbuat atau tidak. Akan tetapi manusia tidak bisa menentukan gerakan Ilahi yang mengalir dalam tubuhnya, yaitu gerak hakiki .

Gerak hakiki adalah gerak dimana Tuhan telah menentukan arah dan kadar fungsinya. Ia tidak akan menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan Tuhan. Ia patuh sebagaimana alam semesta patuh. Ia bersifat pasrah yang dinamis, karena ia mengikuti gerak dan keinginan Ilahi

Para seniman Taichi berprinsip mengikuti irama gerak alam. Tubuhnya dipatok kedalam kekuasaan besar yang meliputinya, ia membiarkan tubuhnya berdiri diatas kelembutan dan kekerasan, sehingga keseimbangan dan keharmonisan segi tiga realitas menjadi puncak prinsip, mikrokosmos, makrokosmos dan metakosmos. Sehingga ia akan mengenal wujud Allah melalui tahapan wilayah-wilayah sampai kepada kesimpulan bahwa semua makhluk adalah fana kecuali wujud Allah Yang Maha Suci.

Gerak hakiki merupakan sunnatullah. Ia bergerak sesuai dengan kehendak Ilahi. Kita tidak bisa menghentikan kehendak hakiki pada tubuh kita untuk mati. Kita tidak pernah merencanakan lahir menjadi seorang laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang kehendak itu bertentangan dengan kehendak kita. Kita menginginkan hidup seribu tahun lagi, namun ada gerak hakiki yang menghentikan dengan paksa untuk mati diusia belasan tahun.

Dengan mengetahui adanya dua kehendak yang berlangsung dalam diri kita, menandakan adanya bentuk hakikat dan bukan hakikat. Sehingga kehendak yang bukan hakikat semestinya mengikuti gerak hakikat yang menjadi pusat ketentuan dan ide didalam setiap gerak manusia. Maka sesungguhnya fitrah Allah dan fitrah manusia adalah sama (lihat surat Ar Rum ayat 30). Untuk mengenal hakikat Allah dan mengikuti kehendak-Nya, kita harus berupaya menjalani pendekatan melalui jalan ruhani. Karena Allah sendiri hanya memberikan tanda-tanda atau rambu-rambu dalam memberikan petunjuk menuju pengenalan akan "wujud" (eksistensi Allah). Pengenalan ini harus kita mulai dengan membuka harus kita mulai dengan membuka wawasan ilmu tauhid kepada Allah, yaitu ilmu yang bersangkut paut masalah hakikat Allah, sifat-sifat Allah, dzat Allah, Af'al Allah. Sebab kalau kita tidak mengenal ilmu ini, maka tentunya kita tidak akan tahu sampai dimana perjalanan kita menuju jalan hakikat. Jalan ruhani akan terhalang jika kita tidak mengetahui akan keadaan Allah secara ilmu. Kita akan terjebak oleh keadaan alam-alam yang menakjubkan didalam fenomena ghaib. Bisa jadi khayalan dan halusinasi seseorang yang bergembira berlebihan akan hidup berkerohanian menyebabkan memori didalam otaknya muncul tatkala ia berkonsentrasi apa yang diinginkan. Keadaan ini sering muncul atau seakan-akan ada orang yang membisikkan untuk melakukan sesuatu. Dalam berguru kepada Allah, hendaknya kita sudah mempersiapkan bekal ilmu yang disebutkan di atas, sebab kita akan memasuki dunia keTuhanan secara total.



Myskat Cahaya Ilahi

Kata cahaya adalah metafora yang diungkapkan Al Qur'an, dalam menjelaskan keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan wahyu atau ilham. Dimana wahyu atau kata-kata Tuhan diungkapkan kedalam bahasa manusia, dengan meminjam kata 'cahaya', sebab wahyu sendiri tidak bisa diungkapkan dengan bahasa manusia. Wahyu adalah bahasa Allah, yang berbeda dengan bahasa manusia. Namun wahyu atau ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya, bahkan hewan dan alampun mampu memahami bahasa Allah.

Didalam Mu'jam Alfadzil Qur'anil Karim, yang diterbitkan oleh Majma'ul Lughah Al Arabiyah, kata 'ilham' ditafsirkan dengan :"Disusupkannya kedalam hati perasaan yang sensitif yang dapat dipergunakan untuk membedakan antara kesesatan dan petunjuk", dan mungkin hal ini di jaman kita sekarang ini dikenal dengan istilah dhomir (kata hati). Didalam kamus Al Muhith disebutkan : "Al hamahu khaira" (Allah mengilhamkan kebaikan) yakni : Allah mengajarkan kepadanya.

Dengan alasan inilah saya memberikan judul "Berguru Kepada Allah" pada bab ini. Dan dengan demikian kita sudah menjurus kepada hal yang lebih penting lagi didalam perjalanan kita kali ini. Disamping kita sudah berbekal ilmu kema'rifatan, yaitu mengenal dzat, sifat dan af'al Allah, kita hendaknya melakukan komunikasi kepada Allah serta melakukan pemasrahan diri secara total. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk patuh kepada Allah dengan segenap syari'at yang telah ditentukan, agar kita mendapatkan cahaya keimanan yang lebih dalam.

Firman Allah Swt didalam surat An Nuur ayat 35-38:

"Allah adalah cahaya bagi langit dan bumi. Perumpamaan cahaya adalah seperti lubang yang didalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam kaca. Dan kaca itu laksana bintang yang berkilauan yang dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati, yaitu minyak zaitun yang bukan dari timur dan tidak (juga) dari barat. Minyaknya hampir menerangi sekalipun tidak disentuh api. Cahaya di
atas cahaya. Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, (yaitu) di rumah-rumah, Allah memerintahkan untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, bertasbih didalam rumah itu pada waktu pagi dan petang, (yaitu) laki-laki yang tidak dilalaikan perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka takut akan hari yang berguncang padanya hati dan penglihatan, supaya Allah membalas mereka dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan dan menambah (lagi) karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki dengan tiada terbatas" (QS 24:35-38)

Allah memberikan perumpamaan cahaya-Nya seperti lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada 'pelita' besar. Cahaya itu bersemayam di dalam hati orang-orang yang terpilih dan dikehendaki-Nya. Dengan cahaya itu Allah membimbing dan menuntun hati agar mampu memahami ayat-ayat Allah serta nasehat-nasehat Allah. Allah-lah yang akan 'menghantar' jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan menunjukkan 'jalan ruhani' kita untuk melihat-Nya secara 'nyata'. Dengan 'cahaya-Nya', kita bisa membedakan petunjuk dari syetan atau dari Allah swt.

Firman Allah:

"Wahai orang-orang beriman jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan bagimu furqan (pembeda) ". (QS 8:29)

Yang dimaksud dengan 'furqan' adalah cahaya yang dengannya, kita semua bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil.

Dan firman Allah :

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS 29:69)

Ayat ini menunjukkan bahwa bersungguh-sungguh atau bermujahadah dijalan Allah, memiliki pengaruh didalam memberi 'hidayah' atau 'cahaya' kepada manusia menuju jalan-jalan Allah, yaitu jalan kebenaran.

Firman Allah :

"Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagimu jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangka ..." (QS 65:2-3).

Dengan demikian maka jelaslah pada ayat-ayat di atas, memberikan kepada kita 'syarat' untuk mendapatkan 'cahaya' atau 'hidayah', hendaklah melakukan amalan-amalan yang diwajibkan dan disunnahkan, yaitu melakukan dzikrullah', baik berdiri, duduk, maupun berbaring. Sebab didalam setiap peribadatan itu merupakan 'cara' untuk mengingat 'Allah'.

Dan menyebabkan 'Allah' menyambut ingatan kita, dengan sambutan kasih sayang serta memberinya 'cahaya' penerang bagi hatinya yang merelakan dan membuka untuk menerima Allah sebagai junjungannya, dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa.

Untuk lebih jelasnya, saya akan lanjutkan perjalanan rohani kita, pada bab "Membuka Hijab". Pada bab itu akan saya jelaskan secara konkrit, masalah-masalah rohani atau fenomena kerohanian yang menjebak perjalanan kita seperti istijrad, kemampuan kasyaf, dan penyembuhan yang digandrungi oleh para pemburu 'kesaktian'. Dimensi-dimensi fisik maupun psikis akan anda temui pada bab tersebut.